Firefly Pointer -->

Assalamualaikum Wr.Wb




https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEif1kp4mv5TZu1lIkaEBegMvVqmk7wshLiyaJQhB3d6LsrmNfw9nEMWYQr0nPD_rg6XWM00ITUOqWoDyLJOLNhOnK16a16MeyoKon_JBbyfSNze5rn5BdYwJucQqTEtcINl8jtEKKP2Yx8/s1600/dosa+manusia.jpg
Manusia adalah makhluk yang diberi akal oleh Allah swt, karenanyalah manusia disebut sebagai makhluk yang paling sempurna. Akal manusia digunakan untuk berfikir tentang segala hal yang ada. Termasuk tentang segala tindakan yang akan dilakukannya. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh cara berfikir mereka terhadap apa yang sedang mereka hadapi.
Kebiasaan-kebiasaan dalam bertindak menimbulkan tabiat dalam diri kita. Hal inilah yang akan disebut dengan kebiasaan baik atau kebiasaan buruk. Dalam bertindak buruk ada yang disebut dengan perbuatan zhalim. Zhalim ini ada yang mengartikan dengan tidak menempakan sesuatu pada tempanya, berbuat aniaya termasuk kepada diri sendiri.
Perbutan zhalim dalah perbuatan yang tidak disukai Allah swt, dan ada beberapa tindakan apabila kita terdzolimi kita bisa membalas perbuatan itu, namun ada juga anjuran untuk memaafkan. Untuk lebih jelasnya akan di bahas dalan bagian selanjutnya.

Rumusan Masalah

  1. Bagaimana Ayat-ayat Al-Quran yang melarang perbuatan Zhalim?
  2. Bagaimana seharusnya sikap kita apabila kita di zholimi oleh orang muslim dan orang kafir?
  3. Bagaimana solusi yang ditawarkan untuk meminimalisir perbuatan zhalim?

PEMBAHASAN
A. Pengertian Zalim
Zalimun atau zalimin artinya adalah orang yang aniaya (termasuk terhadap diri sendiri). Orang zalim adalah orang yang tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya. Orang yang menghukum tidak berdasarkan hukum yang adil. Orang yang bertindak tidak sesuai dengan permainan yang telah dibuat atau diundangkan. Orang yang melanggar hak-hak asasi Tuhan dan juga melanggar hak-hak asasi manusia.[1]
Kata zalim atau zalimun berulang-ulang disebutkan dalam Al-Quran dengan berbagai pengertian, yang hakekatnya adalah sikap atau tindakan dari orang-orang yang tetap menolak dan memusuhi kebenaran ajaran Allah swt meskipun telah diberi penjelasan-penjelasan dengan cara yang baik.
Orang yang zalim adalah orang yang melanggar perintah Allah swt, berbuat apa yang bertentangan dengan hati nurani yang suci, berbuat kejam, tidak syukur ni’mat, menyia-nyiakan amanat, menghianati janji, berbuat menang sendiri, korupsi, penyalahgunaan jabatan, berbuat zina, menyekutukan Allah swt. Semua itu termasuk perbuatan zalim. Intinya segala perbuatan yang menerjang nilai-nilai agama dan nilai-nilai kemanusiaan disebut perbuatan zalim.[2]
B. Firman-Firman Allah swt tentang larangan berbuat zhalim.
QS. Ash-Shuraa[42]:39
وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَابَهُمُ ٱلْبَغْىُ هُمْ يَنتَصِرُونَ ﴿٣٩﴾وَجَزَٰٓؤُا۟ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ ﴿٤٠﴾وَلَمَنِ ٱنتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِۦ فَأُو۟لَٰٓئِكَ مَا عَلَيْهِم مِّن سَبِيلٍ ﴿٤١﴾إِنَّمَا ٱلسَّبِيلُ عَلَى ٱلَّذِينَ يَظْلِمُونَ ٱلنَّاسَ وَيَبْغُونَ فِى ٱلْأَرْضِ بِغَيْرِ ٱلْحَقِّ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ﴿٤٢﴾وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ ﴿٤٣
Artinya: dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim, mereka membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim. Tetapi orang-orang yang membela diri setelah dizalimi, tidak ada alasan untuk menyalahkan mereka. Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksa yang pedih. Tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia.[3]
C. Tafsiran ayat
“Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim”. Yakni diperlakukan dzalim oleh orang-orang musyrik. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas bahwa “ Hal itu karena kaum musyrikin menzhalimi, menyakiti dan dan mengusir Rasulallah saw bersama para sahabatnya dari kota Makkah. Allah kemudian mengijinkan mereka intuk melawan, mengukuhkan mereka di muka bumi, dan memenangkan mereka atas orang-orang yang menzhalimi mereka.[4]
Menurut pendapat lain, Firman Allah itu berlaku umum untuk setiap kezhaliman. Baik yang dilakukan oleh orang kafir maupun yang lainnya. Yakni apabila mereka ditimpa kezhaliman, mereka tidak pasrah atas kezdaliman tersebut. Ini isyarat yang ditujukan kepada amar ma’ruf nahi munkar serta menjatuhkan hukuman. Menurut Al-Qurthubi sendiri, “Firman tersebut menunjukkan bahwa membela diri dalam posisi ini lebih baik.”
Adapun keadaan dimana orang yang dizhalimi diperintahkan untuk memberikan maaf, jika orang yang menzhaliminya itu merasa menyesal dan meninggalkan perbuatan zhalimnya tersebut. sedangkan firman Allah وَلَمَنِ ٱنتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِۦ فَأُو۟لَٰٓئِكَ مَا عَلَيْهِم مِّن سَبِيلٍ ” Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu dosapun terhadap mereka.”Hal ini menunjukkan bahwa membela diri merupakan suatu hal yang diperbolehkan, bukan diperinahkan.[5]
Firman Allah swt وَجَزَٰٓؤُا۟ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa.” Para ulama berpendapat bahwa Allah swt membagi orang-orang yang beriman kedalam dua golongan:
  1. Golongan yang memaafkan orang-orang yang dzalim. QS. Asy-Syura (42) : 37
  2. Golongan orang yang membela diri atas orang yang menzhalimi mereka.
Asy-Syafi’i menakwilakn ayat ini bahwa, “seseorang boleh mengambil harta orang yang menghianatinya, sebanding dengan harta yang disembunyikannya, tanpa sepengetahuannya.” Asy-Syafi’i berpendapat seperti ini berdasarkan sabda Nabi saw yang ditujukan kepada Hindun, Istri Abu sufyan. “Ambillah dari hartanya apa yang dapat mencukupimu dan anakmu.”dalam hal ini Nabi saw membolehkan Hindun untuk mengambil harta tersebut tanpa sepengetahuan suaminya.[6]
Firman Allah ta’ala فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ  “ maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik” Ibnu Abbas berkata, “ Barang siapa yang meninggalkan qishash dan memaafkan (sesuatu) yang ada diantara dia dan orang yang menzhaliminya dengan pemberian maaf, فَأَجْرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِ “maka pahalanya atas (tanggungan) Allah, yakni Allah akan memberikan pahala kepadanya akan hal itu.”[7]
Firman Allah ta’ala وَلَمَنِ ٱنتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِۦ Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya,” yani (apabila) Muslim membela diri dari orang kafir, maka tidak ada alasan untuk mencelanya. Sebaliknya dia harus dipuji karena melakukan hal itu terhadap orang kafir. Dengan demikian, membela diri dari orang kafir adalah sebuah kewajiban, dan membela diri dari dari seorang muslim adalah hal yang dibolehkan, tetapi memberikan maaf adalah hal yang disunnahkan.[8]
Firman Allah ta’ala وَلَمَنِ ٱنتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِۦ فَأُو۟لَٰٓئِكَ مَا عَلَيْهِم مِّن سَبِيلٍ Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya tidak ada satu dosapu terhadap mereka,”. Firman Allah ini merupakkan dalil yang menunjukkan bahwa seseorang boleh melakukan pembelaan diri dengan dirinya (secara langsung). Hal ini terbagi kedalam tiga bagian.[9]
  1. Hal tersebut adalah Qishash yng terletak pada tubuh manusia, yang dimiliki oleh seseorang. Jika hal ini terjadi, maka tidak ada dosa bagi orang yang teraniaya untuk melakukan qishash (terhadap orang yang menganiayanya), namun ada catatan khusus mengenai hak ini.
  2. Hal tersebut adalah hadd bagi Allah dan tidak ada hal bagi manusia didalamnya, seperti hadd zina, dan pemotongan tangan dalam kasus pencurian.
  3. Hal tersebut adalah hak atas harta.
Firman Allah ta’ala إِنَّمَا ٱلسَّبِيلُ عَلَى ٱلَّذِينَ يَظْلِمُونَ “Sesungguhnya dosa itu terhadap orang-orang yang berbuat zhalim kepada manusia.” Yakni karena pelanggaran yang merea lakukanterhadap manusia. Pendapat ini adalah pendapat mayritas kaum ulama. Ibnu Jarir mengatakan,”mereka menjalimi manusia dengan kemusyrikan yang bertentangan dengan agama mereka.”[10]
وَيَبْغُونَ فِى ٱلْأَرْضِ بِغَيْرِ ٱلْحَقِّ “dan melampaui batas dimuka bumi tanpa hak,” yakni terhadap jiwa dan harta. Ini menurut pendap mayorutas ulama. Muqatil berkata,”melampaui batas yang mereka lakukan adalah mereka melakukan kemaksiatan.” (ada pula pendapat yang mengtakan bahwa ayat ini sudah di nasakh dg ayat yang memerintahkan untuk berjihad).[11]
Sebagian ulama berpendapat,” Sesungguhnya orang yang dizhalimi dan hartanya diambil itu akan mendapatkan pahala karena hartanya yang diambil sampai dia meninggal dunia. Setelah itu pahalanya kan diberikan epada ahli warisnya. Setelah itu pahalanya diberikan epada generasi terakhir dari mereka, sebab harta itu akan diberikan kepada ahli waris setelah dia meninggal dunia.”
Firman Allah ta’ala وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ “Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan,” yakni bersabar atas gangguan dan memaafkan, yakni tida membela diri karena Allah. Ini bagi orang yang dizhalimi oleh orang muslim. Memberi maaf adalah hal yang anjurkan. Namun adaalanya kondisi berbalik, dimana tidak memberi maaf merupakan suatu hal yang dianjurkan.
إِنَّ ذَٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ “Sesungguhnya (perbutan) perbuatan yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan,” yakni terasuk keutamaan dari Allah yang diperintahkan-Nya. Menurut satu pendapat, sesungguhnya perbuatan yang demikian itu termasuk keutamaan kebenaran yang telah disetujui.[12]
D. Tema Ayat-ayat Al-Quran tentang zhalim[13]
  • Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim
QS. At-Taubah [9] : 19
۞ أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ ٱلْحَآجِّ وَعِمَارَةَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ كَمَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَجَٰهَدَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ لَا يَسْتَوُۥنَ عِندَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ
Kementrian AgamaApakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta bejihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.
  • Syirik merupakan kezaliman yang paling besar
QS. Luqman [31] : 13
وَإِذْ قَالَ لُقْمَٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.

Ø  Janji Allah tidak diperoleh orang yang zalim

QS. Al-Baqarah [2] : 124
 وَإِذِ ٱبْتَلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ رَبُّهُۥ بِكَلِمَٰتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّى جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِى ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى ٱلظَّٰلِمِينَ
Artinya : Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”.

Ø  Allah melaknat orang-orang yang zalim

QS. Hud [11] : 18
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ ٱفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ يُعْرَضُونَ عَلَىٰ رَبِّهِمْ وَيَقُولُ ٱلْأَشْهَٰدُ هَٰٓؤُلَآءِ ٱلَّذِينَ كَذَبُوا۟ عَلَىٰ رَبِّهِمْ ۚ أَلَا لَعْنَةُ ٱللَّهِ عَلَى ٱلظَّٰلِمِينَ
Artinya : Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata: “Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka”. Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim,

Ø  Doa terhindar kezaliman

QS. Yunus [10] : 85
فَقَالُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ تَوَكَّلْنَا رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلْقَوْمِ ٱلظَّٰلِمِينَ
Artinya : Lalu mereka berkata: “Kepada Allahlah kami bertawakkal! Ya Tuhan kami; janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang’zalim,
QS. Al-Mu’minun [23] : 94
رَبِّ فَلَا تَجْعَلْنِى فِى ٱلْقَوْمِ ٱلظَّٰلِمِينَ
Artinya: Ya Tuhanku, maka janganlah Engkau jadikan aku berada di antara orang-orang yang zalim”.
QS. Al-Qasas [28] : 21
فَخَرَجَ مِنْهَا خَآئِفًا يَتَرَقَّبُ ۖ قَالَ رَبِّ نَجِّنِى مِنَ ٱلْقَوْمِ ٱلظَّٰلِمِينَ
Artinya : Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa: “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu”.
QS. Nuh [71] : 28
رَّبِّ ٱغْفِرْ لِى وَلِوَٰلِدَىَّ وَلِمَن دَخَلَ بَيْتِىَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ وَلَا تَزِدِ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا تَبَارًۢا
Artinya: Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan”.




E. peringkat-Peringkat Zhalim
Ketika berbicara mengenai zalim, maka zalim itu berperingkat-peringkat, hal dibawah ini mengenai 7 peringkat zalim yang dilakukan oleh manusia.[14]
  1. Zhalim dengan Tuhan.
Zalim dengan Tuhan meripakan penzaliman peringkat tertinggi, tak ada yang lebih tinggi. Apa arti zalim dengan Tuhan? Tidak kenal Tuhan atau syirik dengan Tuhan, tidak takut dengan Tuhan, tidak cinta dengan Tuhan, tidak peduli dengan Tuhan, hidup ini tidak dihubungkan dengan Tuhan. Setiap hari kita zalim dengan Tuhan tetapi hal ini jarang terpikir oleh kita. Hidup kita sehari-hari tidak peduli Tuhan. Padahal, dalam Al Quran Allah berfirman: “iqra bismi rabbika” Bacalah atas nama Tuhanmu.
Jadi, ketika hendak melakukan apa saja buatlah atas nama Tuhan. Berjuang, membangun, berekonomi, mendidik, berbudaya, mengurus, dll mesti atas nama Tuhan. Artinya, segala sesuatu yang kita lakukan mesti dikaitkan dengan Tuhan, mesti ada hubungan dengan Tuhan. Kalau tidak, kita telah melakukan penzaliman yang paling tinggi.
  1. Zhalim dengan Fisik Pemberian Tuhan
Melihat dengan mata mesti atas nama Tuhan. Mendengar, berbicara, bertindak, gunakan tangan, kaki mesti atas nama Tuhan. Artinya, tindakan fisik kita selaras dengan kehendak Tuhan. Jangan sampai mata, telinga, mulut tangan, kaki mendurhakai Tuhan. Semua gerak gerik kita jangan bertentangan dengan kehendak Tuhan. Kalau berlaku kita melakukan penzaliman peringkat ke-2.
  1. Zhalim dengan Harta Karunia Tuhan.
Harta milik Tuhan, Tuhan bagi pada kita. Ada yang dapat sedikit, miskinlah dia. Ada pula yang mendapat banyak hingga menjadi milyader. Harta yang Tuhan bagi kepada kita janganlah digunakan sedikitpun selain karena Tuhan. Mesti selaras dengan kehendak Tuhan. Sebab yang kita miliki itu milik Tuhan. Harta itu tidak boleh kita gunakan sesuka hati, mesti ikut cara Tunan, baik disebut zakat, sedekah, . Kalau tidak kita buat penzaliman yang ke-3.
  1. Zhalim kepada manusia lain.
Zalim kepada manusia lain seperti: memukul, mengata, menjatuhkan, mempermalukan dimuka umum, menghina, memfitnah, mencuri. Zalim yang ada hubungannya dengan manusia lain ini yang dibesarkan setiap hari. Zalim peringkat tertinggi sepi-sepi saja. Jenis yang kedua juga tidak pernah diperbincangkan, yang ke-3 juga kurang diperkatakan oleh orang. Tetapi, yang ke-4 ini yang sering dibicarakan orang.
  1. Zalim dengan Jabatan Yang diemban.
Jabatan ada bermacam-macam. Mungkin dia Presiden, Gubernur, Menteri, Dirjen, Irjen, Kasubdit, Kabag, dll. Jabatan-jabatan ini kalau tidak diemban selaras dengan kehendak Tuhan maka dia dikatakan zalim.
Zalim dengan jabatan ini juga selalu dibesar-besarkan orang. Nampak Presiden zalim. Gubernur zalim. Yang terlihat adalah jabatan yang besar-besar. Kalau jabatan-jabatan yang dibawah, jarang disebut orang mengenai kezalimannya. Sekecil apapun jabatan, mesti selaras dengan kehendak Tuhan. Kalau tidak selaras dengan kehendak Tuhan, itulah zalim.
  1. Zalim dengan ilmu.
Soal ilmu ini, ada yang dapat banyak ilmu ada pula yang dapat sedikit. Baik yang dapat banyak ilmu ataupun yang dapat sedikit ilmu, kalau ilmu tersebut digunakan bukan untuk Tuhan alias untuk epentingan diri, itulah zalim.
Di zaman ini orang banyak yang menyalahgunakan ilmu bukan untuk Tuhan tapi untuk uang, kemegahan, nama, dan jabatan. Itulah zalim. Namun, tentu saja hal ini tidak pernah masuk surat kabar. Orang yang menggunakan ilmu untuk kepentingan diri tidak terfikir kalau dirinya zalim. Bahkan, saat ini orang yang megah dan sombong dengan ilmu tidak dikatakan zalim lagi. Bahkan orang menganggap dia memiliki wibawa. Sombong dengan ilmu, “hebat, orang ini memiliki ilmu”.
  1. Zalim dengan ruh/perasaan.
Hari ini, tidak ada orang yang menyebut-nyebut mengenai zalim jenis ini. Surat kabar, radio, TVjuga tidak pernah menyebutkannya. Sepatutnya ruh atau perasaan kita adalah untuk Tuhan.
F. Hukuman bagi Orang Zalim
Allah swt berfirman dalam Al-Quran tentang hukuman yang akan diberikan kepada orang-orang zalim. Hukuman itu disebutkan diantara ayat-ayat Al-Quran berupa[15]
  1. Orang yang berbaut zalim akan dimusnahkan sampai keakar-akarnya.
Allah swt berfirman dalam QS. Al-An’am (6) : 45
فَقُطِعَ دَابِرُ ٱلْقَوْمِ ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ وَٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ ﴿٤٥
Artinya : Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Dan segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.
  1. Orang zalim akan dikutuk dan dilaknat oleh Allah swt
Allah berfirman dalam QS. Al-‘Araf (7) : 44
<p dir="RTL">وَنَادَىٰٓ أَصْحَٰبُ ٱلْجَنَّةِ أَصْحَٰبَ ٱلنَّارِ أَن قَدْ وَجَدْنَا مَا وَعَدَنَا رَبُّنَا حَقًّا فَهَلْ وَجَدتُّم مَّا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا قَالُوا۟ نَعَمْ فَأَذَّنَ مُؤَذِّنٌۢ بَيْنَهُمْ أَن لَّعْنَةُ ٱللَّهِ عَلَى ٱلظَّٰلِمِينَ ﴿<a href="http://localhost:4001/interactive">٤٤</a>﴾</p>
Artinya : <i>Dan para penghuni surga menyeru penghuni-penghuni neraka, "Sungguh, kami telah memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepada kami itu benar. Apakah kamu telah memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepadamu itu benar?" Mereka menjawab, "Benar." Kemudian penyeru (malaikat) mengumumkan di antara mereka, "Laknat Allah bagi orang-orang zalim, </i>
<ol>
<li>Pada saat sakaratul maut akan dipukul oleh malaikat.</li>
</ol>
Allah swt berfirman dalam QS. Al-An’am (6) : 93
<p dir="RTL">وَلَوْ تَرَىٰٓ إِذِ ٱلظَّٰلِمُونَ فِى غَمَرَٰتِ ٱلْمَوْتِ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةُ بَاسِطُوٓا۟ أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوٓا۟ أَنفُسَكُمُ ﴿<a href="http://localhost:4001/interactive">٩٣</a>﴾</p>
Artinya : <i>(Alangkah ngerinya) sekiranya engkau melihat pada waktu orang-orang zalim (berada) dalam kesakitan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), "Keluarkanlah nyawamu."</i>
<ol>
<li>Orang yang zalim akan dimasukkan kedalam neraka.</li>
</ol>
Allah berfirman dalam QS. 'Ali
Imran (3) :151
سَنُلْقِى فِى قُلُوبِ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱلرُّعْبَ بِمَآ أَشْرَكُوا۟ بِٱللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِۦ سُلْطَٰنًا وَمَأْوَىٰهُمُ ٱلنَّارُ وَبِئْسَ مَثْوَى ٱلظَّٰلِمِينَ ﴿١٥١
Artinya : Akan Kami masukkan rasa takut ke dalam hati orang-orang kafir, karena mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan keterangan tentang itu. Dan tempat kembali mereka ialah neraka. Dan (itulah) seburuk-buruk tempat tinggal (bagi) orang-orang zalim.
  1. Kita dilarang berteman dengan orang-orang zalim.
Allah swt berfirman dalam QS. Al-An’am (6) : 68
فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ ٱلذِّكْرَىٰ مَعَ ٱلْقَوْمِ ٱلظَّٰلِمِينَ ﴿٦٨
Artinya : janganlah engkau duduk bersama orang-orang yang zalim.
G. Solusi Terhindar dari Perbuatan Zhalim
Perbuatan zhalim memang perbuatan yang tercela. Tetapi kita sebagai manusia memang tidak bisa 100% terhindar dari perbuatan ini. Tetapi kita sebagai manusia yang diberi akal kita mempunyai kesempatan untuk meminimalisir perbuatan zhalim tersebut. Banyak cara yang dapat kita lakukan untuk menghindari atau meminimalisir perbuatan zhalim. Beberapa solusi yang ditawarkan adalah.
  1. Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah tempat pendidikan awal yang paling terpenting bagi siapapun. Lingkungan keluarga adalah modal awal bagi siapapun untuk memilih jalan hidupnya. Keluarga yang mempunyai lingkungan yang baik, adalah modal awal bagi anak untuk menuju jalan yang baik. Begitupun sebaliknya. Anak yang dari kecil dikenalkan kepada lingkungan yang positif -agama-, anak akan tumbuh dengan pondasi yang kuat dan tidak akan gampang melakukan perutan yang tercela, termasuk berbuat zhalim. Jadi keluarga adalah lingkungan pertama yang harus diperhatikan.
  1. Lingkungan Pergaulan atau Teman
Sebagai makhluk yang tingkat dalam linhkungan sosial kita tidak bisa tinggal diam saja di dalam rumah. Kita perlu berinteraksi dengan masyarakat lain. Lingkungan pergaulan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan karakter anak ataupun remaja. Seseorang yang mempunyai teman seorang penjudi, tentunya dirinya akan dikenal sebagai penjudi pula walaupun ia tidak melakukan perbuatan tersebut. pada masa remaja, orang akan sangat mudah terpengaruh oleh apa saja yang diliat dan didengarnya. Karena ia mempunyai rasa penasaran yang sangat tinggi. Biasanya remaja yang bergaul dengan remaja yang suka mabok-mabokan ia kan ikut mabok-mabokan, walaupun pada awalnya ia tidak mabok-mabokan.
Jadi lingkungan bermain dan bersosial sangat berpengaruh, untuk itu orang tua harus bisa memilih lingkungan yang baik untuk anak-anak mereka dan untuk kelurga mereka. Supaya damapat positif dari lingkungan dapat dirasakan oleh semua keluarga dan masyarakat.
  1. Lingkungan Pendidikan yang
Pendidikan yang baik bukab lah pendidikan yang tinggi, tetapi yang mengajarkan tentang akhlak yang baik. Dalam memberikan pendidikan, tidak cukup hanya pendidikan formal saja. Tetapi hal yang paling penting adalah pendidikan agama. Agama tidak hanya cukup diajarkan di dalam kelurga tetapi juga perlu ditunjang dan didukung oleh lembaga resmi seperti sekolah. Alangkah baiknya sedari Sekolah Dasar, anak sudah diperkenal kan kepada sekolah yang mengjarkan nilai-nilai keagamaan. Supaya nilai-nilai agama tersebut dapat tertanam dalam dalam pembenrukan akhlak si anak.
Dalam pendidikan agama anak diajarkan tentang akhlak-akhlak yang baik dan yang buruk. Dari sini anak akan segera mengenal. Alangkah lebih baiknya juga anak diperkenal kepada lingkugan Pesantren dalam menuntut ilmu agama. Dan hal ini akan berbeda tentunya jika anak tidak diperkenalkan dengan nilai-nilai agama yang luhur.
Langka-langkah yang kita perlukan untuk meminimalisir perbuatan zhalim alangkah sangat baiknya jika dimulai pada masa kecil. Hal ini akan berdampak positif, baik untuk pendidikan si anak maupun akhlak si anak. Orang tua, guru, teman dan lingkungan adalah aset yang paling diperhatikan untuk meminmalisir perbuatan zhalim. Untuk itu kita sebagai manusia yang tempatnya salah dan lupa harus berhati-hati dan selektif dalamhal ini.
Mungkin ini sedikit solusi yang dapat pemakalah sampaikan untuk meminimalisir perbuatan zhalim. Tentunya masih banyak lagi hal yang belum dapat dicantumkan di dalam makalah ini.



KESIMPULAN
Dari sedikit uraian tentang zhalim tersebut, kita sedikit tahu. Diantaranya perbuatan zhalim adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah swt yang ditegaskan dalam ayat-ayat Al-Quran. Dalam berpabagi penafsiran yang ada pada ayat-ayat tersebut, dijelaskan bahwa Allah memerintah untuk membalas kepada orang yang menzhalimi, anmun dibagian lain Allah juga memerintah untuk memaafkan pelaku zhalim tersebut.
Zhalimpun dalam perkembangannya mempunyai peringkat-peringkat. Dimulai dengan peringkat yang paling tinggi adalah zhalim terhadap Allah swt sampai zhalim yang kecil adalah zhalim terhadap perasaan diri sendiri. Di dalam Al-quran sendiri terdapat berbagai macam ayat yang membahas tentang zhalim. Dari penafsiran ayat-ayat tersebut juga dijelaskan bahwa berbagai macam keterangan dari perbuatan zhalim baik terhadap kehidupan dia di dunia maupun di akhirat kelak.
Perbuatan zhalim adalah perbuatan yang tercela, yang dilarang oleh Allah.


Daftar Pustaka
Saifuddin Mujtaba. 1992. 73 Golongan Sesat dan Selamat, Surabaya: Pustaka Proggresif.
Syeih Imam Al-Qurthubi. 2008. Tafsir Al-Qurthubi Jilid 16 DKI Jakarta:Pustaka Azzam
Software Al-Quran Hadi
Sufi pejuang, 7 Peringkat Zalim. sufipejuang.wordpress.com/2008/01/08/7-peringkat-zalim/. Diambil pada hari rabu 03 April 2013. Pkl 13.00


[1] Saifuddin Mujtaba, 73 Golongan Sesat dan Selamat,(Surabaya: Pustaka Proggresif, 1992) Hlm. 229
[2] Saifuddin Mujtaba, 73 Golongan Sesat dan Selamat.ibid… hlm. 230
[3] Software Al-Quran Hadi, terjemah DEPAG
[4] Syeih Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Jilid 16.terj (DKI Jakarta:Pustaka Azzam, 2008) hlm 96-97
[5] Syeih Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Jilid 16.terj, Ibid…… hlm. 98
[6] Syeih Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Jilid 16. terj, Ibid…… hlm. 100
[7] Syeih Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Jilid 16. terj, Ibid…… hlm. 100
[8] Syeih Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Jilid 16. terj, Ibid…… hlm. 101
[9] Syeih Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Jilid 16. terj, Ibid…… hlm. 102-103
[10] Syeih Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Jilid 16. terj, Ibid…… hlm. 103-104
[11] Syeih Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Jilid 16. terj,  Ibid…… hlm. 108
[12] Syeih Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Jilid 16. terj, Ibid…… hlm. 109
[13] Software Al-Quran Hadi. Tema-tema Pilihan
[14] Sufi pejuang, 7 Peringkat Zalim. sufipejuang.wordpress.com/2008/01/08/7-peringkat-zalim/. Diambil pada hari rabu 03 April 2013. Pkl 13.00
[15] Saifuddin Mujtaba, 73 Golongan Sesat dan Selamat,(Surabaya: Pustaka Proggresif, 1992) Hlm. 229-230


Larangan berbuat zalim

24 Larangan Berbuat Zalim

24. Larangan Berbuat Zalim

 عَنْ أَبِي ذَرٍّ الْغِفَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  فِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنَّهُ قَالَ: يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلىَ نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّماً، فَلاَ تَظَالَمُوا. يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ  ضَالٌّ إِلاَّ مَنْ هَدَيْتُهُ، فَاسْتَهْدُوْنِي أَهْدِكُمْ. يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُوْنِي أَطْعِمْكُمْ. يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُوْنِي أَكْسُكُمْ. يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَناَ أَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعاً، فَاسْتَغْفِرُوْنِي أَغْفِرْ لَكُمْ، يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضُرِّي فَتَضُرُّوْنِي، وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِي فَتَنْفَعُوْنِي. يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئاً. يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئاً. يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِي صَعِيْدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُوْنِي فَأَعْطَيْتُ كُلَّ وَاحِدٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِي إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ الْمَخِيْطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ. يَا عِبَادِي إِنَّمَا هِيَ أَعَمَالُكُمْ أُحْصِيْهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوْفِيْكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْراً فَلْيَحْمَدِ اللهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَه.
[رواه مسلم]

Dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau meriwayatkan dari Allah ‘azza wa Jalla, sesungguhnya Allah telah berfirman: “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan (berlaku) zhalim atas diri-Ku dan Aku menjadikannya di antaramu haram, maka janganlah kamu saling menzhalimi. Wahai hamba-Ku, kamu semua sesat kecuali orang yang telah Kami beri petunjuk, maka hendaklah kamu minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku memberinya. Kamu semua adalah orang yang lapar, kecuali orang yang Aku beri makan, maka hendaklah kamu minta makan kepada-Ku, pasti Aku memberinya. Wahai hamba-Ku, kamu semua asalnya telanjang, kecuali yang telah Aku beri pakaian, maka hendaklah kamu minta pakaian kepada-Ku, pasti Aku memberinya. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kamu melakukan perbuatan dosa di waktu siang dan malam, dan Aku mengampuni dosa-dosa itu semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku, pasti Aku mengampuni kamu. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kamu tidak akan dapat membinasakan Aku dan kamu tak akan dapat memberikan manfaat kepada Aku. Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir diantaramu, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antaramu, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun, jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antaramu, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara kamu, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga. Wahai hamba-Ku, jika orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antaramu, sekalian manusia dan jin yang tinggal di bumi ini meminta kepada-Ku, lalu Aku memenuhi seluruh permintaan mereka, tidaklah hal itu mengurangi apa yang ada pada-Ku, kecuali sebagaimana sebatang jarum yang dimasukkan ke laut. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya itu semua adalah amal perbuatanmu. Aku catat semuanya untukmu, kemudian Kami membalasnya. Maka siapa yang mendapatkan kebaikan, hendaklah bersyukur kepada Allah dan siapa mendapatkan selain dari itu, maka janganlah sekali-kali ia menyalahkan kecuali dirinya sendiri”.
[HR. Muslim]
(Hadits seperti ini disebut hadits qudsi, yaitu hadits yang maknanya dari Allah dan redaksinya dari Rasulullah)

Mutiara Hadits:
  1. Menegakkan keadilan di antara manusia serta haramnya kezaliman di antara mereka merupakan tujuan dari ajaran Islam yang paling penting.
  2. Wajib bagi setiap muslim untuk memudahkan jalan petunjuk dan memintanya kepada Allah ta’ala.
  3. Semua makhluk selalu tergantung kepada Allah dalam mendatangkan kebaikan dan menolak keburukan terhadap dirinya baik dalam perkara dunia maupun akhirat.
  4. Pentingnya istighfar dari perbuatan dosa dan sesungguhnya Allah ta’ala akan mengampuninya.
  5. Lemahnya makhluk dan ketidakmampuan mereka dalam mendatangkan kecelakaan dan kemanfaatan, apalagi kepada Allah.
  6. Wajib bagi setiap mu’min untuk bersyukur kepada Allah ta’ala atas ni’mat dan taufiq-Nya.
  7. Sesungguhnya Allah ta’ala menghitung semua perbuatan seorang hamba dan membalasnya.
  8. Dalam hadits terdapat petunjuk untuk mengevaluasi diri (muhasabah) serta penyesalan atas dosa-dosa.

Penjelasan:
Kalimat “Sesungguhnya Aku mengharamkan (berlaku) zalim atas diri-Ku dan Aku menjadikannya di antaramu haram”, sebagian ulama mengatakan maksudnya ialah Allah tidak patut dan tidak akan berbuat zhalim seperti tersebut pada firman-Nya: “Tidak patut bagi Tuhan yang Maha Pemurah mengambil anak”. (QS. 19:92)
Jadi, zhalim bagi Allah adalah sesuatu yang mustahil. Sebagian lain berpendapat, maksudnya ialah seseorang tidak boleh meminta kepada Allah untuk menghukum musuhnya atas namanya kecuali dalam hal yang benar, seperti tersebut dalam firman-Nya dalam Hadits di atas: “Sungguh Aku mengharamkan diri-Ku untuk berbuat zhalim”. Jadi, Allah tidak akan berbuat zhalim kepada hamba-Nya. Oleh karena itu, bagaimana orang bisa mempunyai anggapan bahwa Allah berbuat zhalim kepada hamba-hamba-Nya untuk kepentingan tertentu?
Begitu pula kalimat “janganlah kamu saling menzhalimi” maksudnya bahwa janganlah orang yang dizhalimi membalas orang yang menzhaliminya.
Dan kalimat “Wahai hamba-Ku, kamu semua sesat kecuali orang yang telah Kami beri petunjuk, maka hendaklah kamu minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku memberinya”, mengingat betapa kita ini lemah dan fakir untuk memenuhi kepentingan kita dan untuk melenyapkan gangguan-gangguan terhadap diri kita kecuali dengan pertolongan Allah semata. Makna ini berpangkal pada pengertian kalimat: “Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah”. (QS. 18: 39)
Hendaklah orang menyadari bila ia melihat adanya nikmat pada dirinya, maka semua itu dari Allah dan Allah lah yang memberikan kepadanya. Hendaklah ia juga bersyukur kepada Allah, dan setiap kali nikmat itu bertambah, hendaklah ia bertambah juga dalam memuji dan bersyukur kepada Allah.
Kalimat “maka hendaklah kamu minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku memberinya” yaitu mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku memberi petunjuk kepadamu. Kalimat ini hendaknya membuat hamba menyadari bahwa seharusnyalah ia meminta hidayah kepada Tuhannya, sehingga Dia memberinya hidayah. Sekiranya dia diberi hidayah sebelum meminta, barangkali dia akan berkata: “Semua yang aku dapat ini adalah karena pengetahuan yang aku miliki”.
Begitu pula kalimat “kamu semua adalah orang yang lapar, kecuali orang yang Aku beri makan, maka hendaklah kamu minta makan kepada-Ku, pasti Aku memberinya”, maksudnya ialah Allah menciptakan semua makhluk-Nya berkebutuhan kepada makanan, setiap orang yang makan niscaya akan lapar kembali sampai Allah memberinya makan dengan mendatangkan rezeki kepadanya, menyiapkan alat-alat yang diperlukannya untuk dapat makan. Oleh karena itu, orang yang kaya jangan beranggapan bahwa rezeki yang ada di tangannya dan makanan yang disuapkan ke mulutnya diberikan kepadanya oleh selain Allah. Hadits ini juga mengandung adab kesopanan berperilaku kepada orang fakir. Seolah-olah Allah berfirman: “Janganlah kamu meminta makanan kepada selain Aku, karena orang-orang yang kamu mintai itu mendapatkan makanan dari Aku. Oleh karena itu, hendaklah kamu minta makan kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikannya kepada kamu”. Begitu juga dengan kalimat selanjutnya.
Kalimat “sesungguhnya kamu melakukan perbuatan dosa di waktu siang dan malam”. Kalimat semacam ini merupakan nada celaan yang seharusnya setiap mukmin malu terhadap celaan ini. Demikian pula bahwa sesungguhnya Allah menciptakan malam sebagai waktu untuk berbuat ketaatan dan menyiapkan diri berbuat ikhlas, karena pada malam hari itulah pada umumnya orang beramal jauh dari sifat riya’ dan nifaq. Oleh karena itu, tidaklah seorang mukmin merasa malu bila tidak menggunakan waktu malam hari untuk beramal karena pada waktu tersebut umumnya orang beramal jauh dari sifat riya’ dan nifaq. Tidaklah pula seorang mukmin merasa malu bila tidak menggunakan malam dan siang untuk beramal karena kedua waktu itu diciptakan menjadi saksi bagi manusia sehingga setiap orang yang berakal sepatutnya taat kepada Allah dan tidak tolong-menolong dalam perbuatan menyalahi perintah Allah.
Bagaimana seorang mukmin patut berbuat dosa terang-terangan atau tersembunyi padahal Allah telah menyatakan “Aku mengampuni semua dosa”. Disebutkannya dengan kata “semua dosa” adalah karena hal itu dinyatakan sebelum adanya perintah kepada kita untuk memohon ampun, agar tidak seorang pun merasa putus asa dan pengampunan Allah karena dosa yang dilakukannya sudah banyak.
Kalimat “kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir diantaramu, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antaramu, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun” menunjukkan bahwa ketaqwaan seseorang kepada Allah itu adalah rahmat bagi mereka dan manfaatnya untuk diri mereka sendiri. Hal itu tidak menambah kekuasaan Allah sedikit pun.
Kalimat “jika orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antaramu, sekalian manusia dan jin yang tinggal di bumi ini meminta kepada-Ku, lalu Aku memenuhi seluruh permintaan mereka, tidaklah hal itu mengurangi apa yang ada pada-Ku, kecuali sebagaimana sebatang jarum yang dimasukkan ke laut”, berisikan peringatan kepada segenap makhluk agar mereka banyak-banyak meminta dan tidak seorang pun membatasi dirinya dalam meminta dan tidak seorang pun membatasi dirinya dalam meminta karena milik Allah tidak akan berkurang sedikit pun, perbendaharaan-Nya tidak akan habis, sehingga tidak ada seorang pun patut beranggapan bahwa apa yang ada di sisi Allah menjadi berkurang karena diberikan kepada hamba-Nya, sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hadits lain: “Tangan Allah itu penuh, tidak menjadi berkurang perbendaraan yang dikeluarkan sepanjang malam dan siang. Tidakkah engkau pikirkan apa yang telah Allah belanjakan sejak mula mencipta langit dan bumi. Sesungguhnya Allah tidak pernah kehabisan apa yang ada di tangan kanannya”.
Rahasia dari perkataan ini ialah bahwa kekuasaan-Nya mampu mencipta selama-lamanya, sama sekali Dia tidak patut disentuh oleh kelemahan dan kekurangan. Segala kemungkinan senantiasa tidak terbatas atau terhenti. Kalimat “kecuali sebagaimana sebatang jarum yang dimasukkan ke laut” ini adalah kalimat perumpamaan untuk memudahkan memahami persoalan tersebut dengan cara mengemukakan hal yang dapat kita saksikan dengan nyata. Maksudnya ialah kekayaan yang ada di tangan Allah itu sedikit pun tidak akan berkurang.
Kalimat “sesungguhnya itu semua adalah amal perbuatanmu. Aku catat semuanya untukmu, kemudian Kami membalasnya. Maka siapa yang mendapatkan kebaikan, hendaklah bersyukur kepada Allah” maksudnya janganlah orang beranggapan bahwa ketaatan dan ibadahnya merupakan hasil usahanya sendiri, tetapi hendaklah ia menyadari bahwa hal ini merupakan pertolongan dari Allah dan karena itu hendaklah ia bersyukur kepada Allah.
Kalimat “dan siapa mendapatkan selain dari itu”. Di sini tidak digunakan kalimat “mendapati kejahatan (keburukan)”, maksudnya siapa yang menemukan sesuatu yang tidak baik, maka hendaklah ia mencela dirinya sendiri. Penggunaan kata penegasan dengan “janganlah sekali-kali” merupakan peringatan agar jangan sampai terlintas di dalam hati orang yang mendapati sesuatu yang tidak baik ada keinginan menyalahkan orang lain, tetapi hendaklah ia menyalahkan dirinya sendiri.
Wallaahu a’lam.


Dari Abu Dzar Al Ghifari radhiallahuanhu, dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam sebagaimana beliau riwayatkan dari Rabbnya Azza Wajalla bahwa,   Allah   berfirman: Wahai hambaku, sesungguhya aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah menetapkan haramnya (kezaliman itu) diantara kalian, maka janganlah kalian saling berlaku zalim. Wahai hambaku semua kalian adalah sesat kecuali siapa yang Aku beri hidayah, maka mintalah hidayah kepada-Ku niscaya Aku akan memberikan kalian hidayah. Wahai hambaku, kalian semuanya kelaparan kecuali siapa yang aku berikan kepadanya makanan, maka mintalah makan kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian makanan. Wahai hamba-Ku, kalian semuanya telanjang kecuali siapa yang aku berikan kepadanya pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian pakaian. Wahai hamba-Ku kalian semuanya melakukan kesalahan pada malam dan siang hari dan Aku mengampuni dosa semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku niscaya akan Aku ampuni. Wahai hamba-Ku sesungguhnya tidak ada kemudharatan yang dapat kalian lakukan kepada-Ku sebagaimana tidak ada kemanfaatan yang kalian berikan kepada-Ku. Wahai hambaku seandainya sejak orang pertama di antara kalian sampai orang terakhir, dari kalangan manusia dan jin semuanya berada dalam keadaan paling bertakwa di antara kamu, niscaya hal tersebut tidak menambah kerajaan-Ku sedikitpun. Wahai hamba-Ku seandainya sejak orang pertama di antara kalian sampai orang terakhir, dari golongan manusia dan jin di antara kalian, semuanya seperti orang yang paling durhaka di antara kalian, niscaya hal itu mengurangi kerajaan-Ku sedikitpun juga. Wahai hamba-Ku, seandainya  sejak orang pertama di antara kalian sampai orang terakhir semuanya berdiri di sebuah bukit lalu kalian meminta kepada-Ku, lalu setiap orang yang meminta Aku penuhi, niscaya hal itu tidak mengurangi apa yang ada pada-Ku kecuali bagaikan sebuah jarum yang dicelupkan di tengah lautan. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya semua perbuatan kalian akan diperhitungkan untuk kalian kemudian diberikan balasannya, siapa yang banyak mendapatkan kebaikaan maka hendaklah dia bersyukur kepada Allah dan siapa yang menemukan selain (kebaikan) itu janganlah ada yang dicela kecuali dirinya. (Hadits Riwayat Muslim)

Takhrij Hadits

Hadits di atas derajadnya shahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Abu Dzar Al-Ghifari Radhiallahu anhu. Hadits di atas tergolong hadits Qudsi, yaitu hadits yang Nabi Muhammad Saw menyandarkannya kepada Allah Swt.   Perbedaannya dengan Al-Qur’an, kalau Al-Qur’an itu kalamullah, seluruh teks kalimat dan maknanya berasal dari Allah Swt, sedangkan Hadits Qudsi teks dan susunan redaksi kalimatnya dari Nabi Saw sedangkan makna pengertian pokoknya dari Allah Swt. Sedangkan antara Hadits Qudsi dan Hadits Nabi tidak ada perbedaan pokok, kecuali Hadits Qudsi jelas-jelas Nabi menyebutkan sandaran sanadnya dari Allah Swt.

Penjelasan

Hadits di atas secara tegas menyebutkan larangan perbuatan zalim. Bahkan Allah Swt sendiri  telah mengharamkan perbuatan zalim untuk diri-Nya sendiri dan tentu mengharamkan perbuatan kezaliman dilakukan oleh semua manusia pada umumnya.

Firman Allah dalam Al-Qur’an :

"KeputusanKu itu tidak dapat diubah atau ditukar ganti, dan Aku tidak sekali-kali berlaku zalim kepada hambaKu" ( QS : Al-Qaf-29).

Keterangan di atas menunjukkan bahwa mustahil Allah Swt menzalimi hamba-hamba-Nya. Kalaulah ada seseorang hamba terkena kezaliman, itu adalah karena ulah manusia sendiri, seperti firman-Nya di dalam Al-Qur’an : Sesungguhnya Allah tidak menganiaya manusia sedikitpun, akan tetapi manusia jualah yang menganiaya diri mereka sendiri. (QS : Yunus-44)

Bahkan dalam ayat lain Allah justru menjanjikan akan memberi pahala yang besar kepada hamba-Nya yang melakukan amal kebajikan, walau hanya sebesar biji zarrah : Sesungguhnya Allah tidak sekali-kali menganiaya (seseorang) sekalipun seberat zarah (debu). Dan kalaulah (amal yang seberat zarrah) itu amal kebajikan, nescaya akan menggandakannya dan akan memberi, dari sisiNya, pahala yang amat besar. ( QS : an-Nisa-40)

Makna Zalim
   
Perbuatan zalim  secara istilah mengandung pengertian “berbuat aniaya/mencelakakan terhadap diri sendiri atau orang lain dengan cara-cara bathil yang melanggar syariat Agama Islam”.

Zalim merupakan perbuatan yang di larang oleh Allah SWT dan termasuk dari salah satu dosa-dosa besar. Manusia yang berbuat zalim akan mendapatkan balasan di dunia dan siksa yang pedih di akhirat kelak. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an Surah Asy-Syura-42 :   “Sesungguhnya dosa besar itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih“. 

Rasulullah menegaskan (seperti ditulis dalam kitab Bukhari dan Muslim)  dari Abdullah bin Umar r.a,  Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya kezaliman itu merupakan kegelapan di hari akhirat”.

Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan hadits bahwa seseorang pelaku kezaliman akan mendapat siksa dan adzab dari Allah Swt.  Dari Abu Musa al-Asy’ari, Rasulullah  Saw  bersabda: “Sesungguhnya Allah menangguhkan(azab) bagi orang yang zalim, tetapi apabila Dia menyiksanya, maka Dia tidak akan melepaskannya. Kemudian baginda Rasulullah membaca firman Allah yang bermaksud;”Dan demikianlah azab Tuhanmu,apabila ia menimpa (penduduk) negeri-negeri yang berlaku zalim.Sesungguhnya azab-Nya itu tidak terperi sakitnya, lagi amat keras serangannya.”( QS : Hud-102)
   
Manusia menzalimi diri sendiri dan orang lain

Perbuatan zalim pada dasarnya terbagi dua, yaitu perbuatan zalim pada diri sendiri, dan perbuatan zalim kepada orang lain. Perbuatan zalim pada diri sendiri / menzalimi diri sendiri ada beberapa bentuk, yaitu syirik ( menyekutukan Allah) dan perbuatan maksiat, serta perbuatan mengandung dosa-dosa yang pada  intinya merusakkan dirinya sendiri.
Perhatikanlah peringatan Allah dalam Al-Qur’an Surah Lukman

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, semasa ia memberi nasihat kepadanya:" Wahai anak kesayanganku, janganlah engkau mempersekutukan Allah (dengan sesuatu yang lain), sesungguhnya perbuatan syirik itu adalah satu kezaliman yang besar." (QS : Luqman-13)

Sedangkan perbuatan menzalimi orang lain, yaitu perbuatan manusia yang menyakiti perasaan atau fisik orang lain, melakukan aniaya, merugikan dan  tidak menunaikan hak orang lain yang wajib ditunaikan.

Allah Swt memberikan banyak penjelasan dan mengancam perbuatan zalim dengan siksa dan azab : Allah SWT tidak suka terhadap perbuatan zalim, perhatikan firman-Nya berikut ini : “Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim”. (QS Ali Imran - 57).

Kezaliman terhadap orang lain ini bisa terjadi atas seseorang kepada orang lain, bapak terhadap anaknya ( atau sebaliknya), pemimpin kepada anak buahnya ( atau sebaliknya), majikan kepada buruhnya (atau sebaliknya) dan penguasa-pemerintah kepada rakyatnya (atau sebaliknya).

Dalam konteks kekuasaan pemerintahan,  Abu Utsman berkata: “Nasihatilah penguasa, perbanyakkan mendo’akan dengan kebaikan dan kebenaran bagi mereka dengan ucapan, perbuatan dan hukum. Kerana apabila mereka baik, rakyat akan baik. Janganlah kamu mendo’akan keburukkan dan laknat bagi penguasa, kerana keburukkan mereka akan bertambah dan bertambah pula musibah bagi umat Islam. Do’akanlah mereka supaya bertaubat dan meninggalkan keburukkan sehingga musibah hilang dari orang-orang beriman.” ( al-Baihaqi, Su’abul Iman, 6/26, penjelasan hadis no. 7401)

Kezaliman penguasa-pemerintah inilah yang pada masa kini mesti harus menjadi perhatian kaum Muslimin pada umumnya. Karena Kezaliman yang dilakukan penguasa-pemerintah ini akan bersifat sistemik dan berdampak kepada kerusakan yang meluas dan terstruktur.
Menghentikan kezaliman penguasa inilah yang mesti diupayakan oleh kaum muslimin pada umumnya untuk menghilangkan segala bentuk kemungkaran, dengan berbagai cara, sebagaimana hadits Rasulullah : ”Daripada Abu Sa’iid Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, katanya: ‘Aku telah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa di kalangan kamu melihat kemungkaran hendaklah mengubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan lidahnya dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya dan yang demikian itu adalah selemah-lemah iman.” (HR Muslim: dalam kitab Al-Iman, hadith no.49).

Karena itu, setiap kegiatan yang dimaksudkan untuk  menghilangkan kezaliman penguasa merupakan salah satu wujud aktivitas  yang sangat penting. Agar kaum muslimin terbebas dari belenggu kezaliman kesengsaraan dan  ketertindasan penguasa-pemerintah.

24 Larangan Berbuat Zalim

24. Larangan Berbuat Zalim

 عَنْ أَبِي ذَرٍّ الْغِفَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  فِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنَّهُ قَالَ: يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلىَ نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّماً، فَلاَ تَظَالَمُوا. يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ  ضَالٌّ إِلاَّ مَنْ هَدَيْتُهُ، فَاسْتَهْدُوْنِي أَهْدِكُمْ. يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُوْنِي أَطْعِمْكُمْ. يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُوْنِي أَكْسُكُمْ. يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَناَ أَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعاً، فَاسْتَغْفِرُوْنِي أَغْفِرْ لَكُمْ، يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضُرِّي فَتَضُرُّوْنِي، وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِي فَتَنْفَعُوْنِي. يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئاً. يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئاً. يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِي صَعِيْدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُوْنِي فَأَعْطَيْتُ كُلَّ وَاحِدٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِي إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ الْمَخِيْطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ. يَا عِبَادِي إِنَّمَا هِيَ أَعَمَالُكُمْ أُحْصِيْهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوْفِيْكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْراً فَلْيَحْمَدِ اللهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَه.
[رواه مسلم]

Dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau meriwayatkan dari Allah ‘azza wa Jalla, sesungguhnya Allah telah berfirman: “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan (berlaku) zhalim atas diri-Ku dan Aku menjadikannya di antaramu haram, maka janganlah kamu saling menzhalimi. Wahai hamba-Ku, kamu semua sesat kecuali orang yang telah Kami beri petunjuk, maka hendaklah kamu minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku memberinya. Kamu semua adalah orang yang lapar, kecuali orang yang Aku beri makan, maka hendaklah kamu minta makan kepada-Ku, pasti Aku memberinya. Wahai hamba-Ku, kamu semua asalnya telanjang, kecuali yang telah Aku beri pakaian, maka hendaklah kamu minta pakaian kepada-Ku, pasti Aku memberinya. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kamu melakukan perbuatan dosa di waktu siang dan malam, dan Aku mengampuni dosa-dosa itu semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku, pasti Aku mengampuni kamu. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kamu tidak akan dapat membinasakan Aku dan kamu tak akan dapat memberikan manfaat kepada Aku. Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir diantaramu, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antaramu, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun, jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antaramu, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara kamu, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga. Wahai hamba-Ku, jika orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antaramu, sekalian manusia dan jin yang tinggal di bumi ini meminta kepada-Ku, lalu Aku memenuhi seluruh permintaan mereka, tidaklah hal itu mengurangi apa yang ada pada-Ku, kecuali sebagaimana sebatang jarum yang dimasukkan ke laut. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya itu semua adalah amal perbuatanmu. Aku catat semuanya untukmu, kemudian Kami membalasnya. Maka siapa yang mendapatkan kebaikan, hendaklah bersyukur kepada Allah dan siapa mendapatkan selain dari itu, maka janganlah sekali-kali ia menyalahkan kecuali dirinya sendiri”.
[HR. Muslim]
(Hadits seperti ini disebut hadits qudsi, yaitu hadits yang maknanya dari Allah dan redaksinya dari Rasulullah)

Mutiara Hadits:
  1. Menegakkan keadilan di antara manusia serta haramnya kezaliman di antara mereka merupakan tujuan dari ajaran Islam yang paling penting.
  2. Wajib bagi setiap muslim untuk memudahkan jalan petunjuk dan memintanya kepada Allah ta’ala.
  3. Semua makhluk selalu tergantung kepada Allah dalam mendatangkan kebaikan dan menolak keburukan terhadap dirinya baik dalam perkara dunia maupun akhirat.
  4. Pentingnya istighfar dari perbuatan dosa dan sesungguhnya Allah ta’ala akan mengampuninya.
  5. Lemahnya makhluk dan ketidakmampuan mereka dalam mendatangkan kecelakaan dan kemanfaatan, apalagi kepada Allah.
  6. Wajib bagi setiap mu’min untuk bersyukur kepada Allah ta’ala atas ni’mat dan taufiq-Nya.
  7. Sesungguhnya Allah ta’ala menghitung semua perbuatan seorang hamba dan membalasnya.
  8. Dalam hadits terdapat petunjuk untuk mengevaluasi diri (muhasabah) serta penyesalan atas dosa-dosa.

Penjelasan:
Kalimat “Sesungguhnya Aku mengharamkan (berlaku) zalim atas diri-Ku dan Aku menjadikannya di antaramu haram”, sebagian ulama mengatakan maksudnya ialah Allah tidak patut dan tidak akan berbuat zhalim seperti tersebut pada firman-Nya: “Tidak patut bagi Tuhan yang Maha Pemurah mengambil anak”. (QS. 19:92)
Jadi, zhalim bagi Allah adalah sesuatu yang mustahil. Sebagian lain berpendapat, maksudnya ialah seseorang tidak boleh meminta kepada Allah untuk menghukum musuhnya atas namanya kecuali dalam hal yang benar, seperti tersebut dalam firman-Nya dalam Hadits di atas: “Sungguh Aku mengharamkan diri-Ku untuk berbuat zhalim”. Jadi, Allah tidak akan berbuat zhalim kepada hamba-Nya. Oleh karena itu, bagaimana orang bisa mempunyai anggapan bahwa Allah berbuat zhalim kepada hamba-hamba-Nya untuk kepentingan tertentu?
Begitu pula kalimat “janganlah kamu saling menzhalimi” maksudnya bahwa janganlah orang yang dizhalimi membalas orang yang menzhaliminya.
Dan kalimat “Wahai hamba-Ku, kamu semua sesat kecuali orang yang telah Kami beri petunjuk, maka hendaklah kamu minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku memberinya”, mengingat betapa kita ini lemah dan fakir untuk memenuhi kepentingan kita dan untuk melenyapkan gangguan-gangguan terhadap diri kita kecuali dengan pertolongan Allah semata. Makna ini berpangkal pada pengertian kalimat: “Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah”. (QS. 18: 39)
Hendaklah orang menyadari bila ia melihat adanya nikmat pada dirinya, maka semua itu dari Allah dan Allah lah yang memberikan kepadanya. Hendaklah ia juga bersyukur kepada Allah, dan setiap kali nikmat itu bertambah, hendaklah ia bertambah juga dalam memuji dan bersyukur kepada Allah.
Kalimat “maka hendaklah kamu minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku memberinya” yaitu mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku memberi petunjuk kepadamu. Kalimat ini hendaknya membuat hamba menyadari bahwa seharusnyalah ia meminta hidayah kepada Tuhannya, sehingga Dia memberinya hidayah. Sekiranya dia diberi hidayah sebelum meminta, barangkali dia akan berkata: “Semua yang aku dapat ini adalah karena pengetahuan yang aku miliki”.
Begitu pula kalimat “kamu semua adalah orang yang lapar, kecuali orang yang Aku beri makan, maka hendaklah kamu minta makan kepada-Ku, pasti Aku memberinya”, maksudnya ialah Allah menciptakan semua makhluk-Nya berkebutuhan kepada makanan, setiap orang yang makan niscaya akan lapar kembali sampai Allah memberinya makan dengan mendatangkan rezeki kepadanya, menyiapkan alat-alat yang diperlukannya untuk dapat makan. Oleh karena itu, orang yang kaya jangan beranggapan bahwa rezeki yang ada di tangannya dan makanan yang disuapkan ke mulutnya diberikan kepadanya oleh selain Allah. Hadits ini juga mengandung adab kesopanan berperilaku kepada orang fakir. Seolah-olah Allah berfirman: “Janganlah kamu meminta makanan kepada selain Aku, karena orang-orang yang kamu mintai itu mendapatkan makanan dari Aku. Oleh karena itu, hendaklah kamu minta makan kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikannya kepada kamu”. Begitu juga dengan kalimat selanjutnya.
Kalimat “sesungguhnya kamu melakukan perbuatan dosa di waktu siang dan malam”. Kalimat semacam ini merupakan nada celaan yang seharusnya setiap mukmin malu terhadap celaan ini. Demikian pula bahwa sesungguhnya Allah menciptakan malam sebagai waktu untuk berbuat ketaatan dan menyiapkan diri berbuat ikhlas, karena pada malam hari itulah pada umumnya orang beramal jauh dari sifat riya’ dan nifaq. Oleh karena itu, tidaklah seorang mukmin merasa malu bila tidak menggunakan waktu malam hari untuk beramal karena pada waktu tersebut umumnya orang beramal jauh dari sifat riya’ dan nifaq. Tidaklah pula seorang mukmin merasa malu bila tidak menggunakan malam dan siang untuk beramal karena kedua waktu itu diciptakan menjadi saksi bagi manusia sehingga setiap orang yang berakal sepatutnya taat kepada Allah dan tidak tolong-menolong dalam perbuatan menyalahi perintah Allah.
Bagaimana seorang mukmin patut berbuat dosa terang-terangan atau tersembunyi padahal Allah telah menyatakan “Aku mengampuni semua dosa”. Disebutkannya dengan kata “semua dosa” adalah karena hal itu dinyatakan sebelum adanya perintah kepada kita untuk memohon ampun, agar tidak seorang pun merasa putus asa dan pengampunan Allah karena dosa yang dilakukannya sudah banyak.
Kalimat “kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir diantaramu, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antaramu, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun” menunjukkan bahwa ketaqwaan seseorang kepada Allah itu adalah rahmat bagi mereka dan manfaatnya untuk diri mereka sendiri. Hal itu tidak menambah kekuasaan Allah sedikit pun.
Kalimat “jika orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antaramu, sekalian manusia dan jin yang tinggal di bumi ini meminta kepada-Ku, lalu Aku memenuhi seluruh permintaan mereka, tidaklah hal itu mengurangi apa yang ada pada-Ku, kecuali sebagaimana sebatang jarum yang dimasukkan ke laut”, berisikan peringatan kepada segenap makhluk agar mereka banyak-banyak meminta dan tidak seorang pun membatasi dirinya dalam meminta dan tidak seorang pun membatasi dirinya dalam meminta karena milik Allah tidak akan berkurang sedikit pun, perbendaharaan-Nya tidak akan habis, sehingga tidak ada seorang pun patut beranggapan bahwa apa yang ada di sisi Allah menjadi berkurang karena diberikan kepada hamba-Nya, sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hadits lain: “Tangan Allah itu penuh, tidak menjadi berkurang perbendaraan yang dikeluarkan sepanjang malam dan siang. Tidakkah engkau pikirkan apa yang telah Allah belanjakan sejak mula mencipta langit dan bumi. Sesungguhnya Allah tidak pernah kehabisan apa yang ada di tangan kanannya”.
Rahasia dari perkataan ini ialah bahwa kekuasaan-Nya mampu mencipta selama-lamanya, sama sekali Dia tidak patut disentuh oleh kelemahan dan kekurangan. Segala kemungkinan senantiasa tidak terbatas atau terhenti. Kalimat “kecuali sebagaimana sebatang jarum yang dimasukkan ke laut” ini adalah kalimat perumpamaan untuk memudahkan memahami persoalan tersebut dengan cara mengemukakan hal yang dapat kita saksikan dengan nyata. Maksudnya ialah kekayaan yang ada di tangan Allah itu sedikit pun tidak akan berkurang.
Kalimat “sesungguhnya itu semua adalah amal perbuatanmu. Aku catat semuanya untukmu, kemudian Kami membalasnya. Maka siapa yang mendapatkan kebaikan, hendaklah bersyukur kepada Allah” maksudnya janganlah orang beranggapan bahwa ketaatan dan ibadahnya merupakan hasil usahanya sendiri, tetapi hendaklah ia menyadari bahwa hal ini merupakan pertolongan dari Allah dan karena itu hendaklah ia bersyukur kepada Allah.
Kalimat “dan siapa mendapatkan selain dari itu”. Di sini tidak digunakan kalimat “mendapati kejahatan (keburukan)”, maksudnya siapa yang menemukan sesuatu yang tidak baik, maka hendaklah ia mencela dirinya sendiri. Penggunaan kata penegasan dengan “janganlah sekali-kali” merupakan peringatan agar jangan sampai terlintas di dalam hati orang yang mendapati sesuatu yang tidak baik ada keinginan menyalahkan orang lain, tetapi hendaklah ia menyalahkan dirinya sendiri.
Wallaahu a’lam.