Firefly Pointer -->

Assalamualaikum Wr.Wb



Kisah-Kisah para sufi

http://www.nuansaaulia.com/components/com_virtuemart/shop_image/product/Kisah_Para_Sufi_4cae7fa85a379.jpg

REPUBLIKA.CO.ID, Suatu hari ada seorang nelayan, yang terbiasa melaut sendirian, menemukan sebuah botol kuningan dalam jalanya. Sumbat botol itu terbuat dari timah.

Meskipun bentuknya agak berbeda dari botol lain yang lazim dilihatnya, nelayan itu berpikir kalau-kalau botol tersebut berisi sesuatu yang berharga. Lagipula, hari itu tangkapannya jelek, paling tidak ia bisa menjual botol kuningan itu kepada pedagang kuningan.

Botol itu tidak begitu besar. Pada lehernya, tergores simbol aneh, Meterai Sulaiman, Raja dan Guru. Di dalam botol itu terperangkap suatu jin yang menakutkan, dan Sulaiman sendiri telah membuangnya ke laut agar manusia terlindung dari roh itu sampai saatnya tiba ketika tampil seseorang yang bisa mengendalikannya, menempatkan jin itu pada tugasnya sebagaimana semestinya, yaitu melayani manusia.

Tetapi, nelayan itu tak mengetahui hal tersebut. Yang ia tahu adalah bahwa botol itu bisa ia selidiki, dan mungkin akan mendatangkan keuntungan bagi dirinya. Lupa akan petuah, 'Manusia hanya bisa mempergunakan sesuatu yang ia ketahui penggunaannya,' nelayan itu menarik sumbat timahnya.

Ia menelungkupkan botol itu, namun tampaknya kosong. Lalu, ia meletakkan dan memandangi botol itu. Kemudian, terlihat suatu gumpalan asap tipis, yang semakin pekat, membumbung naik dan membentuk hantu raksasa dan seram, yang berseru dengan nyaring, "Aku Pemimpin Bangsa Jin yang mengetahui rahasia peristiwa-peristiwa gaib. Aku memberontak terhadap Sulaiman; dan ia mengurungku dalam botol laknat ini. Nah, sekarang kau akan kubunuh!"

Nelayan itu ketakutan dan tersungkur di pasir sambil menangis, "Akan kau bunuh jugakah orang yang membebaskanmu?"

"Tentu saja," kata jin itu, "Sebab berontak adalah sifatku, dan merusak adalah keahlianku, meskipun kurungan itu telah menahanku ribuan tahun lamanya."

Sekarang, nelayan itu menyadari bahwa, alih-alih mendapat keuntungan dari tangkapan tak disangka itu, ia akan binasa begitu saja tanpa alasan yang bisa dimaklumi. Ia memandangi meterai pada sumpal botol itu, dan mendadak terpikir olehnya suatu ide. "Kau tak mungkin muncul dari botol itu, botol itu terlalu kecil," katanya.

"Apa! Kau meragukan ucapan Pemimpin Para Jin?" teriak bayangan itu. Dan, jin itu pun mengubah dirinya menjadi gumpalan asap dan ia masuk kembali ke dalam botol itu. Nelayan itu mengambil sumbat tadi dan memeteraikannya pada botol itu. Kemudian, botol itu ia lemparkan jauh-jauh, ke kedalam lautan.

Berpuluh-puluh tahun lewat, sampai suatu hari nelayan lain, yaitu cucu nelayan pertama tadi, melabuhkan jalanya di tempat yang sama, dan mendapati botol itu. Ia menaruh botol itu di pasir. Ketika baru saja hendak membukanya, ia teringat akan nasihat ayahnya, yang diturunkan dari kakeknya. Bunyi nasihat itu: 'Manusia hanya bisa mempergunakan sesuatu yang ia ketahui penggunaannya'.

Dan tepat pada saat itu, karena guncangan pada penjara logam itu, si jin terbangun dari tidurnya, dan berseru, "Hai putra Adam, siapa pun kau, buka sumbat botol ini dan bebaskan aku! Sebab Akulah Pemimpin Bangsa Jin yang mengetahui rahasia peristiwa gaib."

Karena mengingat pesan leluhurnya, nelayan muda itu pun meletakkan botol itu dengan hati-hati di dalam sebuah gua. Lalu, ia mendaki bukit karang yang terjal di dekat situ, mencari pondok seorang bijaksana.

Ia pun menceritakan semuanya kepada orang bijaksana itu, yang berkata, "Pesan leluhurmu itu benar adanya kau harus melakukannya sendiri, tetapi terlebih dahulu kau harus memahami cara mempergunakannya."

"Tetapi, apa yang harus kulakukan?" tanya pemuda itu. "

Pasti ada sesuatu yang kau rasa ingin kau lakukan?" kata orang bijaksana itu.

"Aku ingin membebaskan jin itu agar ia bisa memberiku pengetahuan ajaib atau mungkin gunungan emas, dan lautan jamrud, dan semua pemberian lain yang biasa diberikan oleh para jin."

"Harapanmu itu tidak akan terjadi," kata sang guru, "Sebab ketika jin itu dibebaskan, ia mungkin tidak akan mengabulkan keinginanmu itu atau mungkin ia akan memberikannya tetapi mengambilnya kembali karena kau tak punya cara untuk melindungi para jin, belum lagi petaka yang bisa saja menimpamu ketika kau melakukan sesuatu serupa itu. Sebab, manusia hanya bisa mempergunakan sesuatu yang ia ketahui penggunaannya."

"Kalau begitu, apa yang seharusnya kulakukan?'

"Mintalah jin itu sebuah contoh pemberian yang bisa ia berikan. Mintalah cara menjaga pemberian itu dan ujilah caranya. Mintalah pengetahuan, jangan barang milik, sebab milik tanpa pengetahuan adalah sia-sia, dan itulah penyebab semua kekhawatitan kita."

Sekarang, karena telah tepekur dan waspada, pemuda itu bisa menyusun rencananya ketika ia kembali ke gua tempat botol jin itu diletakkan. Ia pun mengetuk botol itu, dan terdengar suara jin itu berkata, "Dalam nama Sulaiman yang Perkasa, damai baginya, bebaskan aku, wahai putra Adam!"

"Aku tak percaya bahwa kau seperti yang kau akui, dan bahwa kau memiliki kuasa seperti yang kau katakan," jawab pemuda itu.

"Kau tak percaya? Tak tahukah kau bahwa aku tak bisa berbohong?" sahut jin itu.

"Tidak, aku tak percaya," kata nelayan itu.

"Lalu, bagaimana aku bisa meyakinkanmu?"

"Tunjukkan padaku kekuatanmu. Bisakah kau mempergunakan kuasa tertentu melewati dinding botol?"

"Ya, tetapi kekuatanku ini tak cukup kuat untuk membebaskan diriku."

"Baik sekali, kemudian kau juga harus memberiku kemampuan untuk mengetahui kebenaran tentang masalah yang ada di pikiranku."

Segera saja, setelah jin itu menggunakan kemampuan gaibnya, nelayan itu pun segera sadar akan sumber petuah tadi yang diwariskan oleh kakeknya. Ia juga menyaksikan seluruh peristiwa pembebasan jin itu oleh kakeknya berpuluh-puluh tahun silam; dan dilihatnya pula cara untuk menyampaikan kepada orang lain tentang bagaimana memperoleh kemampuan serupa itu dari para jin. Tetapi, ia pun menyadari bahwa tak ada lagi yang bisa dilakukannya. Dan begitulah, si nelayan membawa botol itu dan, seperti kakeknya, melemparnya kembali ke lautan.

Pemuda itu pun menghabiskan sisa hidupnya bukan sebagai nelayan, tetapi sebagai orang yang mencoba menjelaskan kepada orang lain, bahaya yang menimpa 'manusia hanya bisa mempergunakan sesuatu yang ia ketahui penggunaannya'.

Namun, karena sedikit orang yang pernah menemukan jin dalam botol, dan tak ada orang bijaksana yang menasihati mereka dalam berbagai hal, penerus nelayan itu memutarbalikkan apa yang mereka sebut 'ajarannya', dan menirukan penjelasannya. Pada akhirnya, penyelewengan itu menjadi suatu agama. Mereka terkadang minum dari botol-botol aneh yang disimpan di dalam kuil-kuil mahal dan serba megah. Dan karena mereka mengagumi kelakuan pemuda nelayan itu, mereka berusaha keras untuk menyamai perbuatan dan sikapnya dalam segala hal.

Kini berabad-abad kemudian, bagi para pengikut agama tersebut, botol itu tinggal lambang suci dan menyisakan misteri. Mereka mencoba saling menyayangi hanya karena mereka menyayangi nelayan itu. Dan di tempat nelayan itu mereka menetap dan membangun sebuah gubug sederhana. Mereka memakai pakaian dan perhiasan bagus-bagus, serta melakukan ritual yang rumit.

Mereka tak tahu bahwa para pengikut orang bijaksana itu masih hidup, demikian pula anak-cucu nelayan itu. Botol kuningan itu pun tetap tergeletak di relung samudera dan jin itu tertidur di dalamnya.

Kisah ini, dalam satu versi, sangat dikenal oleh para pembaca Arabian Nights. Bentuk yang ditampilkan di sini menunjukkan pemanfaatannya oleh para darwis. Perlu dicatat bahwa 'pengetahuan yang diperoleh dari jin' dalam cara yang mirip dikatakan sebagai sumber dari kekuatan yang dimiliki oleh Virgil yang Mempesona dari Abad Pertengahan, di Naples; dan juga Gerbert, yang menjadi Paus Sylvester II pada tahun 999 SM.



SULTAN YANG MENJADI ORANG BUANGAN
 
Seorang   Sultan   Mesir   konon  mengumpulkan  orang  orang
terpelajar,  dan-seperti  biasanya--timbullah  pertengkaran.
Pokok  masalahnya  adalah  Mikraj  Nabi Muhammad. Dikatakan,
pada kesempatan tersebut Nabi diambil dari tempat  tidurnya,
dibawa  ke  langit.  Selama  waktu  itu ia menyaksikan sorga
neraka, berbicara dengan Tuhan  sembilan  puluh  ribu  kali,
mengalami   pelbagai   kejadian  lain--dan  dikembalikan  ke
kamarnya sementara tempat tidurnya masih hangat.  Kendi  air
yang terguling karena tersentuh Nabi waktu berangkat, airnya
masih belum habis ketika Nabi turun kembali.
 
Beberapa orang berpendapat bahwa hal itu benar, sebab ukuran
waktu disini dan di sana berbeda. Namun Sultan menganggapnya
tidak masuk akal.
 
Para ulama cendikia itu semuanya mengatakan bahwa segala hal
bisa  saja  terjadi  karena  kehendak  Tuhan.  Hal itu tidak
memuaskan raja.
 
Berita perbedaan pendapat itu akhirnya  didengar  oleh  Sufi
Syeh  Shahabuddin,  yang  segera saja menghadap raja. Sultan
menunjukkan kerendahan hati terhadap sang guru yang berkata,
"Saya bermaksud   segera      saja   mengadakan  pembuktian.
Ketahuilah bahwa kedua tafsiran itu keliru,  dan  bahwa  ada
faktor-faktor yang bisa ditunjukkan, yang menjelaskan cerita
itu tanpa harus mendasarkan pada perkiraan ngawur atau akal,
yang dangkal dan terbatas."
 
Di  ruang  pertemuan  itu  terdapat empat jendela. Sang Syeh
memerintahkan agar yang sebuah dibuka. Sultan melihat keluar
melalui  jendela  itu. Di pegunungan nunjauh disana terlihat
olehnya sejumlah besar perajurit menyerang,  bagaikan  semut
banyaknya, menuju ke istana. Sang Sultan sangat ketakutan.
 
"Lupakan saja, tak ada apa-apa," kata Syeh itu.
 
Ia menutup jendela itu lalu membukanya kembali. Kali ini tak
ada seorang perajurit pun yang tampak.
 
Ketika ia membuka jendela  yang  lain,  kota  yang  di  luar
tampak terbakar. Sultan berteriak ketakutan.
 
"Jangan  bingung,  Sultan;  tak ada apa-apa," kata Syeh itu.
Ketika pintu itu ditutup lalu dibuka kembali,  tak  ada  api
sama sekali.
 
Ketika   jendela   ketiga   dibuka,  terlihat  banjir  besar
mendekati istana. Kemudian ternyata lagi  bahwa  banjir  itu
tak ada.
 
Jendela  keempat  dibuka, dan yang tampak bukan padang pasir
seperti biasanya, tetapi sebuah taman firdaus.  Dan  setelah
jendela tertutup lagi, lalu dibuka, pemandangan itu tak ada.
 
Kemudian  Syeh  meminta  seember  air,  dan  meminta  Sultan
memasukkan kepalanya dalam air sesaat  saja  Segera  setelah
Sultan melakukan itu, ia merasa berada di sebuah pantai yang
sepi, di tempat yang  sama  sekali  tak  dikenalnya,  karena
kekuatan  gaib  Syeh  itu.  Sultan  marah  sekali  dan ingin
membalas dendam.
 
Segera saja Sultan bertemu dengan  beberapa  orang  penebang
kayu yang menanyakan siapa dirinya. Karena sulit menjelaskan
siapa dia sebenarnya, Sultan mengatakan bahwa  ia  terdampar
di  pantai  itu  karena  kapalnya  pecah.  Mereka memberinya
pakaian, dan iapun berjalan ke sebuah kota. Di kota itu  ada
seorang   tukang   besi  yang  melihatnya  gelandangan,  dan
bertanya siapa dia  sebenarnya.  Sultan  menjawab  bahwa  ia
seorang  pedagang  yang  terdampar, hidupnya tergantung pada
kebaikan hati penebang kayu, dan tanpa mata pencarian.
 
Orang  itu  kemudian  menjelaskan  tentang  kebiasaan   kota
tersebut.  Semua  pendatang  baru boleh meminang wanita yang
pertama ditemuinya, meninggalkan tempat  mandi,  dan  dengan
syarat  si  wanita itu harus menerimanya. Sultan itupun lalu
pergi ke tempat mandi umum, dan di  lihatnya  seorang  gadis
cantik  keluar  dari  tempat  itu. Ia bertanya apa gadis itu
sudah kawin: ternyata sudah. Jadi ia harus  menanyakan  yang
berikutnya,  yang wajahnya sangat buruk. Dan yang berikutnya
lagi. Yang ke empat sungguh-sungguh molek. Katanya ia  belum
kawin,  tetapi  ditolaknya  Sultan  karena tubuh dan bajunya
yang tak karuan.
 
Tiba-tiba ada seorang lelaki berdiri didepan Sultan katanya,
"Aku  disuruh  ke mari menjemput seorang yang kusut di sini.
Ayo, ikut aku."
 
Sultanpun mengikuti pelayan itu, dan dibawa  kesebuah  rumah
yang  sangat  indah.  Ia  pun duduk di salah satu ruangannya
yang megah berjam-jam lamanya. Akhirnya empat wanita  cantik
dan berpakaian indah-indah masuk, mengantarkan wanita kelima
yang lebih cantik lagi. Sultan mengenal wanita  itu  sebagai
wanita terakhir yang ditemuinya di rumah mandi umum tadi.
 
Wanita itu memberinya selamat datang dan mengatakan bahwa ia
telah bergegas pulang untuk  menyiapkan  kedatangannya,  dan
bahwa  penolakannya  tadi  itu  sebenarnya sekedar merupakan
basa-basi saja, yang dilakukan oleh  setiap  wanita  apabila
berada di jalan.
 
Kemudian  menyusul  makanan  yang  lezat.  Jubah yang sangat
indah disiapkan untuk  Sultan,  dan  musik  yang  merdu  pun
diperdengarkan.
 
Sultan  tinggal  selama  tujuh  tahun  bersama istrinya itu:
sampai  ia  menghambur-hamburkan  habis  warisan   istrinya.
Kemudian  wanita  itu  mengatakan  bahwa kini Sultanlah yang
harus menanggung hidup keduanya bersama ketujuh anaknya.
 
Ingat pada sahabatnya yang pertama di kota itu,  Sultan  pun
kembali  menemui  tukang  besi untuk meminta nasehat. Karena
Sultan tidak memiliki kemampuan  apapun  untuk  bekerja,  ia
disarankan pergi ke pasar menjadi kuli.
 
Dalam sehari, meskipun ia telah mengangkat beban yang sangat
berat, ia hanya bisa mendapatkan sepersepuluh dari uang yang
dibutuhkannya untuk menghidupi keluarganya.
 
Hari  berikutnya  Sultan  pergi  ke pantai, dan ia sampai di
tempat pertama kali dulu ia muncul di sini, tujuh tahun yang
lalu.  Ia pun memutuskan untuk sembahyang, dan mengambil air
wudhu: dan pada saat itu pula mendadak ia berada kembali  di
istananya,  bersama-sama dengan Syeh itu dan segenap pegawai
keratonnya.
 
"Tujuh tahun dalam  pengasingan,  hai  orang  jahat"  teriak
Sultan. "Tujuh tahun, menghidupi keluarga, dan harus menjadi
kuli: Apakah kau tidak takut kepada Tuhan, Sang Maha  Kuasa,
hingga berani melakukan hal itu terhadapku?"
 
"Tetapi kejadian itu hanya sesaat," kata guru Sufi tersebut,
"yakin waktu Baginda mencelupkan wajah ke air itu."
 
Para pegawai keraton membenarkan hal itu.
 
Sultan sama sekali tidak bisa mempercayai  sepatah  katapun.
Ia  segera  saja  memerintahkan  memenggal  kepala Syeh itu.
Karena  merasa  bahwa  hal  itu  akan  terjadi?   Syeh   pun
menunjukkan  kemampuannya  dalam Ilmu Gaib (Ilm el-Ghaibat).
Iapun  segera  lenyap  dari  istana  tiba-tiba   berada   di
Damaskus, yang jaraknya berhari-hari dari istana itu.
 
Dari kota itu ia menulis surat kepada Sultan:
 
"Tujuh  tahun  berlalu  bagi  tuan,  seperti yang telah tuan
rasakan  sendiri;  padahal  hanya  sesaat  saja  wajah  tuan
tercelup   di   air.  Hal  tersebut  terjadi  karena  adanya
kekuatan-kekuatan tertentu,  yang  hanya  dimaksudkan  untuk
membuktikan  apa  yang  bisa terjadi. Bukankah menurut kisah
itu, tempat tidur Nabi masih hangat dan kendi air itu  belum
habis isinya?
 
Yang  penting  bukanlah terjadi atau tidaknya peristiwa itu.
Segalanya mungkin terjadi. Namun, yang penting adalah  makna
kenyataan  itu.  Dalam  hal tuan, tak ada makna sama sekali.
Dalam hal Nabi, peristiwa itu mengandung makna."
 
Catatan
 
Dinyatakan, setiap ayat dalam  Quran  memiliki  tujuh  arti,
masing-masing    sesuai    untuk    keadaan   pcmbaca   atau
pendengarnya.
 
Kisah  ini,  seperti  macam  lain  yang  banyak  beredar  di
kalangan  Sufi,  menekankan  nasehat Muhammad, "Berbicaralah
kepada setiap orang sesuai dengan taraf pemahamannya."
 
Metode Sufi, menurut Ibrahim Khawas, adalah: "Tunjukkan  hal
yang  tak diketahui sesuai dengan cara-cara yang 'diketahui'
khalayak."
 
Versi ini berasal dari  naskah  bernama  Hu-Nama  "Buku  Hu"
dalam kumpulan Nawab Sardhana, bertahun 1596.
 
------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H   S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984


bisa dibaca dsni

http://kisahsufi.wordpress.com/
http://sufimuda.net/tag/cerita-sufi/
http://media.isnet.org/sufi/Idries/kbps/toc.html