Firefly Pointer -->

Assalamualaikum Wr.Wb


Ingat Mati
Ingat mati, karena kematian itu jalan utama bertemu Sang Kekasih.
Sebagai makhluk hidup tentu kita menyakini bahwa suatu saatu nanti kita pasti akan mati Cepat atau lambat kematian itu pasti akan datang dengan sendirinya. Tidak ada satupun makhluk yang hidup didunia ini yang bersifat abadi. Semuanya akan rusak dan mengalami kematian. Oleh karenanya marilah kita sama-sama merenungkan kembali dan berintrospeksi diri tentang keberadaan kita dimuka bumi ini sebagai hamba Allah dalam kehidupan yang fana ini.


Sudahkan tujuan hidup kita sesuai dengan penciptaan manusia? Yaitu untuk beribadah dan mengabdikan diri hanya kepada Allah SWT, Dzat Yang Maha Esa. Lalu sudahkan kita mempersiapkan bekal-bekal jika kematian itu datang dengan tiba-tiba? Atau justru malah sebaliknya, kita menjalani hidup ini dengan kesenangan duniawi semata, tanpa memikirkan kehidupan akhirat? Na’udzubillah
Buka artikel sebelumnya: Karena kita hidup dua kali

Allah berfirman dalam surat Al Imran 185
”Tiap-tiap jiwa akan merasakan mati dan sesungguhnya pada hari kiamatlah pahalamu akan disempurnakan. Maka barang saipa dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan kedalam surga, sungguh ia telahberutung dan tiadalah kehidupan didunia itu melainkan kesenangan yang menipu (memperdaya)”

Dengan mengingat kematian maka kitapun akan ingat bahwa ada kehidupan setelahnya yaitu kehidupan akhirat yang kekal abadi. Dan disana kita tidak mengetahui apakah kita akan hidup dalam kesenangan atau kesengsaraan yang kekal, itu tergantung seberapa jauh kita mempersiapkannya, yaitu dengan memperbanyak ibadah dan amal sholeh kepada Allah semata.

"Kita juga tidak tahu sampai kapankah Allah SWT memberikan kita kesempatan untuk hidup didunia ini, bisa jadi setahun lagi, sebulan lagi, atau mungkin esok hari bahkan mungkin setelah membaca tulisan ini…..

Kita juga tidak tahu sampai kapankah Allah SWT memberikan kita kesempatan untuk hidup didunia ini, bisa jadi setahun lagi, sebulan lagi, atau mungkin esok hari bahkan mungkin setelah membaca tulisan ini….. tak satupun yang mengetahuinya. Hanya Allah semata yang mengatur dan mengetahuinya. Tugas kita hanya mempersiapkan kembali apa-apa yang perlu kita bawa dan yang bisa menyelamatkan kita dihari esok, dihari pembalasan segala amal yang telah kita perbuat selama didunia ini. Jikalah amal kebaikan kita lebih berat dari keburukan, niscaya surge tempat kita kembali. Dan begitu juga sebaliknya jika amal keburukan lebih berat timbangannya, Jahannam telah disediakan bagi mereka yang kufur atas segala nikmat-nikmatNYA. Naudzubillah…

Allah juga berfirman dalam surat Al A’raf 34:

ولكل أمة أجل فإذا جاء أجلهم لا يستأخرون ساعة ولا يستقدمون


Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu Maka apabila Telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.
 
Dalam An Nisa' ayat 78 Allah berfirman:
"Dimanapun kalian berada, kematian akan mendapati kalian, sekalipun kalian berada di dalam benteng yang kokoh"

Akhirnya dengan selalu mengingat kematian kita akan sadar kemana sesungguhnya akhir perjalanan hidup ini yang dengan sendirinya akan membawa kita untuk lebih giat lagi dalam beramal sholeh guna mencari bekal untuk kehidupan kelak di akirat yang hakiki. Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan ‘InayahNYa kepada kita semua. Amin

Inikah Mati yang Indah?

20 Mei
Saya membaca kitab Malak al-Mawt wa al-Anbiya’, yang ditulis oleh Syaikh Musthafa Murad. Di dalamnya berisi tentang bagaimana malak al-mawt (malaikat pencabut nyawa) mencabut nyawa manusia, disertai contoh-contoh nyata dari para Nabi dan orang-orang shalih. Bahkan di dalamnya diceritakan orang-orang yang meninggal dunia secara husnul khatimah atau su’ul khatimah.
Saya akan ceritakan salah satunya.
Di Mesir, ada seorang pemuda yang tugas sehari-hari mengumandangkan azan dan menjadi imam shalat di masjid. Dari wajahnya terlihat kewibawaan dan cahaya ketaatan. Suatu hari, sebagaimana biasanya, ia naik ke atas menara untuk mengumandangkan azan. Persis di bawah menara, ada rumah keluarga Nashrani. Ketika ia sampai di atas menara, ia melihat anak perempuan keluarga Nashrani. Pemuda tersebut tergoda. Ia tidak jadi mengumandangkan azan. Ia turun dari menara dan masuk ke rumah tersebut.
Ketika pemuda itu masuk, sang perempuan bertanya, ‘Ada apa gerangan denganmu? Mau apa kamu?’
Pemuda tersebut menjawab, ‘Aku menginginkanmu’.
Perempuan itu bertanya, ‘Mengapa bisa begitu?’.
Pemuda itu menjawab, ‘Kamu sudah merobek-robek hatiku dan mengambil seluruh isi hatiku’.
Perempuan itu berkata, ‘Aku tidak mau menimpali sesuatu yang belum jelas’.
Pemuda itu terus merayu, ‘Aku akan mengawinimu’.
Perempuan itu berkata, ‘Kamu seorang Muslim, sedangkan aku Nashrani. Ayahku tidak akan mengawinkan aku denganmu’.
Pemuda itu berkata, ‘Aku akan masuk Nashrani’.
Perempuan itu berkata, ‘Kalau memang begitu, baru aku mau kawin denganmu’.
Maka pemuda itu masuk Nashrani, kemudian ia tinggal bersama dalam rumah itu. Suatu hari, ia naik ke atas rumah tersebut, tiba-tiba ia terjatuh. Ia meninggal seketika. Ia meninggal dalam keadaan tidak beragama.
Begitulah ceritanya. Mudah-mudahan itu tidak terjadi dengan kita dan anak-keturunan kita.
Allahumma inna na’udzu bika min su’il khatimah. Amin…

Sudahkah Selalu Ingat Kematian?

Rabu 16 Muharram 1435 / 20 November 2013 20:23

mati Sudahkah Selalu Ingat Kematian?
SETIAP jiwa suatu saat nanti pasti akan mengalami kematian. Namun, kesibukan sehari-hari seringkali membuat orang terlena dan lupa bahwa besok atau lusa akan dipanggil oleh Allah SWT.
Sampai tiba suatu saat, malaikat datang menjemput, dan pupuslah semua kelezatan dunia beralih menuju kehidupan yang abadi di sisi-Nya.
Orang beriman sejatinya tak usah takut menghadapi mati, karena mati adalah sebuah keniscayaan. Yang harus ditakuti adalah apakah amal kita sudah cukup untuk menghantarkan pada kebahagiaan di akhirat? Abu Bakar ra. saat ditanya oleh seorang sahabat, berapa kali anda ingat kematian dalam sehari? Abu bakar menjawab, “Saya mengingat mati manakala mata saya terjaga”. Itulah,  sikap seorang teladan dalam mengingat kematian yang dengannya dapat menghantarkan pada puncak iman yang luar biasa.
Hidup di dunia hanyalah sementara, nikmat dunia yang diberikan Allah SWT masih amat sedikit. Dari 100 rahmat-Nya hanya satu rahmat yang diberikan ke dunia untuk dinikmati seluruh penghuni. Sehingga orang yang cerdas, adalah mereka yang mengarahkan hawa nafsu dan beramal untuk mempersiapkan kematian. Sementara orang yang bodoh, adalah mereka yang diperbudak hawa nafsu, berangan-angan mendapatkan pahala, serta mati-matian mengejar dunia siang dan malam dengan melupakan kehidupan akhirat.
Dalam sebuah riwayat disebutkan Abdullah bin Umar ra. mengabarkan, “Aku sedang duduk bersama Rasulullah SAW tatkala datang seorang lelaki dari kalangan Anshar. Ia mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Ya Rasulullah, mukmin manakah yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.’
‘Lalu Mukmin manakah yang paling cerdas?’ tanya lelaki itu lagi. Beliau menjawab:
“Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas. ” (HR. Ibnu Majah no. 4259, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 1384)
Salah seorang ulama mengatakan, siapa orang masuk liang kubur tanpa membawa amal banyak, maka seolah-olah ia mengarungi lautan tanpa perahu. Ia akan tenggelam diterpa badai.
Jadi, mengingat kematian haruslah menjadi bagian tak terpisahkan dari rangkaian waktu kehidupan yang dijalani. Mengingat kematian tidak hanya sekadar mengingat, namun harus diikuti dengan amalan yang kontinyu dan sungguh-sungguh. Amalan untuk mempersiapkan kehidupan abadi di akhirat, yang hanya memiliki dua tempat yakni kebahagiaan (surga) dan penderiaan (neraka).
Nabi bersabda “Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).”
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: [1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, [2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, [3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, [4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, [5] Hidupmu sebelum datang kematianmu. (HR. al-Hakim)
Lalu, apa saja amalan yang bisa diperbuat agar senantiasa ingat kematian? Berikut di antaranya:
1. Sering mengunjungi orang sakit
Saat mengunjungi orang sakit, selain memberikan doa agar diberikan ketabahan dalam menghadapi cobaan Alloh, juga harus mendapatkan pelajaran bahwa sakit atau kematian bisa saja datang kepada siapa saja yang Alloh kehendaki tanpa memandang orang, tempat dan waktu.
2. Mengunjungi orang mati
Saat mengunjungi orang yang meninggal, selain mendoakan kepada jenazah dan keluarga yang ditinggalkan, juga harus menjadikan pelajaran atau nasehat bahwa kematian merupakan rahasian Alloh yang tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan datangnya kematian.
3. Ziarah kubur
Disunahkan menziarahi kubur, sebagai momentum untuk Mendoakan dan mengingat kematian.
4. Memantapkan iman kepada hari akhir
5. Mentadabburi ayat-ayat Allah terkait azab Neraka dan nikmat Surga.
[Muhammad Adam/islampos/nasehatislam]

Sudahkah Selalu Ingat Kematian?

Rabu 16 Muharram 1435 / 20 November 2013 20:23

mati Sudahkah Selalu Ingat Kematian?
SETIAP jiwa suatu saat nanti pasti akan mengalami kematian. Namun, kesibukan sehari-hari seringkali membuat orang terlena dan lupa bahwa besok atau lusa akan dipanggil oleh Allah SWT.
Sampai tiba suatu saat, malaikat datang menjemput, dan pupuslah semua kelezatan dunia beralih menuju kehidupan yang abadi di sisi-Nya.
Orang beriman sejatinya tak usah takut menghadapi mati, karena mati adalah sebuah keniscayaan. Yang harus ditakuti adalah apakah amal kita sudah cukup untuk menghantarkan pada kebahagiaan di akhirat? Abu Bakar ra. saat ditanya oleh seorang sahabat, berapa kali anda ingat kematian dalam sehari? Abu bakar menjawab, “Saya mengingat mati manakala mata saya terjaga”. Itulah,  sikap seorang teladan dalam mengingat kematian yang dengannya dapat menghantarkan pada puncak iman yang luar biasa.
Hidup di dunia hanyalah sementara, nikmat dunia yang diberikan Allah SWT masih amat sedikit. Dari 100 rahmat-Nya hanya satu rahmat yang diberikan ke dunia untuk dinikmati seluruh penghuni. Sehingga orang yang cerdas, adalah mereka yang mengarahkan hawa nafsu dan beramal untuk mempersiapkan kematian. Sementara orang yang bodoh, adalah mereka yang diperbudak hawa nafsu, berangan-angan mendapatkan pahala, serta mati-matian mengejar dunia siang dan malam dengan melupakan kehidupan akhirat.
Dalam sebuah riwayat disebutkan Abdullah bin Umar ra. mengabarkan, “Aku sedang duduk bersama Rasulullah SAW tatkala datang seorang lelaki dari kalangan Anshar. Ia mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Ya Rasulullah, mukmin manakah yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.’
‘Lalu Mukmin manakah yang paling cerdas?’ tanya lelaki itu lagi. Beliau menjawab:
“Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas. ” (HR. Ibnu Majah no. 4259, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 1384)
Salah seorang ulama mengatakan, siapa orang masuk liang kubur tanpa membawa amal banyak, maka seolah-olah ia mengarungi lautan tanpa perahu. Ia akan tenggelam diterpa badai.
Jadi, mengingat kematian haruslah menjadi bagian tak terpisahkan dari rangkaian waktu kehidupan yang dijalani. Mengingat kematian tidak hanya sekadar mengingat, namun harus diikuti dengan amalan yang kontinyu dan sungguh-sungguh. Amalan untuk mempersiapkan kehidupan abadi di akhirat, yang hanya memiliki dua tempat yakni kebahagiaan (surga) dan penderiaan (neraka).
Nabi bersabda “Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).”
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: [1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, [2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, [3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, [4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, [5] Hidupmu sebelum datang kematianmu. (HR. al-Hakim)
Lalu, apa saja amalan yang bisa diperbuat agar senantiasa ingat kematian? Berikut di antaranya:
1. Sering mengunjungi orang sakit
Saat mengunjungi orang sakit, selain memberikan doa agar diberikan ketabahan dalam menghadapi cobaan Alloh, juga harus mendapatkan pelajaran bahwa sakit atau kematian bisa saja datang kepada siapa saja yang Alloh kehendaki tanpa memandang orang, tempat dan waktu.
2. Mengunjungi orang mati
Saat mengunjungi orang yang meninggal, selain mendoakan kepada jenazah dan keluarga yang ditinggalkan, juga harus menjadikan pelajaran atau nasehat bahwa kematian merupakan rahasian Alloh yang tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan datangnya kematian.
3. Ziarah kubur
Disunahkan menziarahi kubur, sebagai momentum untuk Mendoakan dan mengingat kematian.
4. Memantapkan iman kepada hari akhir
5. Mentadabburi ayat-ayat Allah terkait azab Neraka dan nikmat Surga.
[Muhammad Adam/islampos/nasehatislam]
Ketahuilah wahai pembaca bahwa manusia begitu sungguh-sungguh dan sangat sibuk dengan dunia dan segala hiruk-pikuk serta urusannya. Manusia banyak sekali yang terperdaya oleh tipuan dan rayuan dunia yang begitu mempesona, sehingga mereka lalai dan alpa dari mengingat mati. Karena itu, manusia pun menjadi lupa kepada mati. Tatkala mereka diingatkan tentang mati, mereka tidak suka dan mencoba lari dari membicarakan-nya. Meskipun demikian, mati, manusia yang mencoba melarikan din i darinya, pasti akan menemuinya, cepat atau lambat. Mereka itulah orang-orang yang dibicarakan Allah Azza wa Jalla dalam firman-Nya, “Katakanlah, `Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kernudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.’.” (Qs al-Jumu`ah [62] : 8).
Selanjutnya, terhadap dunia ini, manusia dapat dibagi menjadi tiga kelompok: (1) yang begitu cinta hingga mabuk dengan dunia; (2) yang bertobat darinya; dan (3) yang tunduk-patuh kepada Allah Ta’ala. Orang-orang yang sangat mencinta bahkan mabuk dunia tentu tidak berkesempatan untuk mengingat mati. Mereka tidak suka bahkan membenci mati dan mereka menjalani hidup yang jauh dari ingat kepada Allah Swt dan ingat kepada mati. Adapun orang-orang yang bertobat maka ia akan banyak ingat mati dan takut pada-Nya. Kadang-kadang mereka tidak menyukai kematian karena takut kematian datang sebelum bertobat dengan sempurna—sebelum membersihkan dan menyucikan jiwa-nya dari dosa dan sebelum mempersiap bekal untuk men-jelang kematian. Mereka tidak membenci mail dan menemui Allah Ta’ala, namun mereka takut karena belum sepenuhnya siap menghadapinya. Mereka sibuk dengan upaya mempersiapkan diri untuk terus menambah bekal dalam rangka mcnyambut kedatangan maut.
Sedangkan kaum `arifin, yaitu orang-orang yang ber-ma`rifattillah (orang yang mabuk atau asyik dengan Allah) senantiasa ingat kepada mati karena dengan datangnya kematian ia akan segera berjumpa dengan Yang Dicintai. Seorang pencinta tentu tidak akan lupa pada janji pertemuannya dengan kekasihnya. Mereka menyukai mati yang membebaskan diri dari negeri tempat berbuat dosa, negeri kaum pemaksiat. Dan mereka senang jika hidup dekat Allah, di sisi-Nya, Tuhan semesta alam. Tatkala Hudzaifah Ra mendekati waktu kematiannya, ia berkata, “Seorang kawan telah datang saat dibutuhkan. Tidak ada gunanya penyesalan. Ya Allah Tuhanku, seandainya Engkau mengetahui bahwa ke-miskinan lebih kusukai daripada kekayaan, sakit lebih kusukai daripada sehat, mati lebih kusukai daripada hidup, maka mudahkanlah kematian bagiku hingga aku bertemu dengan-Mu.”
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis, “Perbanyaklah kalian mengingat mati yang menghancurkan segala kelezatan [mengenyam hal-hal duniawiah—penerj. .” Suatu kali Aisyah Ra bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah, bilakah seseorang akan dibangkitkan bersama para syuhada?” Beliau menjawab, “Orang yang akan dibangkitkan bersama para syuhada adalah orang yang mengingat mati dua puluh kali sehari.” Alasan mengapa mengingat mati punya keutamaan dan kelebihan seperti ini adalah bahwa ingat mati menjadikan hati seorang hamba renggang (mengambil jarak) dari negeri yang penuh tipudaya (dunia) dan mendorong seorang hamba mempersiapkan diri bagi kehidupan akhirat yang baik. Nabi Saw bersabda dalam sebuah hadis, “Barang yang berharga bagi seorang mukmin ialah mati” Adapun alasan mengapa beliau mengucapkan perkataan itu adalah bahwa dunia diibaratkan layaknya penjara bagi seorang mukmin karena ia hidup di dunia dengan berbagai kesulitan, kepayahan dan penderitaan, berlatih mengendalikan hawa nafsunya dan menolak tipudaya setan secara terus-menerus. Maka dari itu, mati akan membebaskan dan melepaskan mereka dari segala derita dan bencana ini.
Rasulullah Saw juga bersabda dalam sebuah hadis lainnya, “Mati adalah kafarat (penutup) dosa bagi setiap Muslim.” Menurut beliau, seorang mukmin yang benar adalah orang yang tidak mengganggu mukmin lainnya dengan lidah atau tangannya, orang yang menerapkan sifat dan karakter perilaku seorang mukrnin dan orang yang hatinya tidak terkotori oleh dosa besar, kecuali dosa kecil yang ringan.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw bersabda, “Perbanyaklah mengingati mati karena mengingati mati dapat menghalangi dosa dan mendatangkan zuhud terhadap dunia.” Pada suatu hari, Rasulullah Saw keluar menuju ke masjid. Dalam perjalanan, beliau menjumpai beberapa orang yang terlibat dalam senda-gurau dan obrolan lepas kendali. Melihat hal seperti itu, beliau bersabda, “Ingatlah mati. Hati-hatilah, demi Dia yang hidupku berada di tangan-Nya, seandainya kalian mengetahui apa yang kuketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.”
Hazrat Ibn `Umar berkata, “Aku bersama dengan sepuluh orang sahabat lainnya duduk dalam sebuah majelis bersama Nabi Saw. Lain seorang laki-laki dari kaum Anshar bertanya kepada beliau, Rasulullah, siapakah orang yang paling bijak dan paling mulia?’ Jawab beliau, `(Yaitu) Orang yang paling banyak mengingati mati dan mempersiapkan bekal untuk menghadapinya. Mereka adalah orang yang paling bijak karena pergi dengan kemuliaan dunia dan kehormatan akhirat.’.”
ATSAR SAHABAT DAN TABI’IN. Khalifah `Umar bin ‘Abdul Aziz mengumpulkan para ulama setiap malam dan mendengarkan uraian mereka tentang mati, hari kebangkitan, dan akhirat. Ulama-sufi dari kalangan salaf, Ibrahim at-Taimi, berkata, “Dua perkara yang merampasku dari kesenangan dunia ini adalah ingat kepada mati dan takut berdiri di hadapan Allah [berdiri dalam sidang pengadilan Allah—penerj.].”
Ulama-Sufi dari kalangan salaf lainnya, Asy’ats, berkata, “Ketika kami berkunjung kepada sufi termasyhur Hasan al-Bashri, ia biasa bercerita kepada kami tentang mati, neraka dan akhirat.”
Suatu kali, seseorang mengeluhkan kekerasan hatinya kepada Sayidah Aisyah. Ibunda kaum mukminin itu berkata, “Banyak-banyaklah mengingat mati, maka hatimu akan menjadi lembut.” Orang itu menjalankan nasihat Aisyah tersebut dan hatinya pun menjadi lebih lunak dan berperilaku lebih tawadhu serta santun.
Adalah Nabi `Isa As, jika diceritakan kepada beliau tentang mati, maka darah pun menetes dari pori-pori kulit beliau. Dalam kisah serupa lainnya, jika cerita tentang mati dibicarakan di depan Nabi Daud As, maka beliau pun menangis hebat, sehingga rambut-rambutnya tercabut dari badannya. Selanjutnya, ketika rahmat Allah disebut-sebut di hadapannya, maka beliau pun kembali pada keadaan semula.
Suatu hari, Khalifah `Umar bin ‘Abdul Aziz berkata kepada seorang ulama salih, “Berilah aku nasihat.” Ulama itu berkata, “Tak seorang pun sejak Adam hingga ayahmu yang terhindar dari mati. Sekarang giliranmu sudah datang.” Mendengar nasihat tersebut, Khalifah Umar bin ‘Abdul Aziz menangis keras.
Dalam sebuah riwayat yang lain, pada suatu hari sufi besar, Ar-Rabi’ bin Khaitsam, menggali kubur di dalam rumahnya. Lalu ia tidur di situ beberapa kali setiap hari. Kata Rabi’, perbuatan ini dapat mengingatkan dirinya akan mati. Ia berkata, “Jika ingat kepada mati pergi dari hatiku barang sesaat saja, maka hatiku pun jadi tercemar karenanya.”
CARA MENGINGATI MATI. Ketahuilah, wahai para pembaca, bahwa mati adalah sesuatu yang menakutkan, mengerikan. Dahsyat kejadiannya dan besar bencananya. Kebanyakan manusia lalai dan lengah terhadap mati karena mereka tidak menafakurinya. Andaikata mengingati mati pun, mereka tidak melakukannya dengan sepenuh hati. Karena itu, ingat mati tidak memberikan pengaruh dan akibat yang berarti atas mereka. Cara mengingati mati yang benar yaitu membebaskan hati dari semua pikiran lainnya dan hanya ingat mati saja yang mendominasi pikiran dan hati. Hendaklah kita menjadi seperti orang yang tengah berada dalam per-jalanan laut atau padang sahara yang keras dan penuh bahaya, yaitu ketika pikiran tentang mati menyelimuti hati. Hasrat, kesenangan dan kesukaan pada dunia men-jadi turun dan hati pun menjadi luluh.
Cara yang terbaik dan bermanfaat dalam bertafakur tentang mati yaitu mengingat kawan-kawan dan tetangga-tetangga yang telah meninggal dunia, bahwa mereka berada di dalam kuburnya di bawah tanah, dan membayangkan keadaan serta wajah mereka di dalam kubur. Bagaimana wajah cantik dan tampan mereka telah menjadi santapan cacing dan serangga, istri dan anak mereka menjadi yatim dan terpuruk dalam kemis-kinan, hari-hari mereka berlalu dengan penderitaan, kekayaan mereka telah lenyap. Kenanglah masing- masing orang demi orang. Tafakurilah bagaimana kematian menyerang mereka secara tiba-tiba tanpa peringatan sedikit pun dan bagaimana ketidaksiapan mereka menghadapi kematian dan akhirat.
Sahabat Abu Darda’ Ra berkata, “Ketika diceritakan tentang orang yang mati, bayangkan engkau adalah salah seorang dari mereka.”
Sahabat lainnya, Ibn Mas’ud Ra, berkata, “Orang yang beruntung adalah orang yang mengambil pelajaran dari keadaan [maksudnya: kematian] orang lain.”
Khalifah `Umar bin ‘Abdul Aziz berkata, “Apakah tidak kaulihat bahwa dirimu mempersiapkan perbekalan untuk orang yang pergi kepada Allah setiap pagi atau petang dan kaukubur ia di bawah tanah, sementara ia meninggalkan sahabat-sahabat dan karib-kerabatnya ser-ta meninggalkan harta dan miliknya selama-lamanya?”
Pada suatu hari, seorang waliyullah terkemuka, Ibnu Muthi’, memandang rumahnya dan merasa takjub dan puas karena kebagusannya. Namun setelah itu ia menangis dan berkata, “Demi Allah, seandainya tidak ada kematian, maka akan puaslah hatiku memandangmu. Seandainya tempat yang akan kutinggali setelah mati tidak sempit, maka mataku akan sejuk melihat dunia mi.” Setelah itu, ia mulai menangis seperti anak kecil.


Mari kita memaksa diri untuk ingat mati !       
Oleh : Wibowo
Maaf...baru terfikir untuk menceritakan cerita ini pada rekan-rekan pengunjung Dudung.net, mungkin ceritanya sudah basi, tapi insya Allah menarik, ada sisi baik di balik dari cerita ini untuk kita renungkan, berikut ini ceritanya.
Sama seperti pada minggu-minggu sebelumnya, walau tidak rutin tapi sering...Pagi-pagi sekali kami bertiga, aku, istri dan anak dalam satu sepeda motor berangkat menuju pengobatan alternatif untuk terapi kesehatan. Ketika itu istiku sedang hamil 8 bulan, agar ia dan janin yang dikandungnya sehat, untuk itu kami berinisiatif rutin terapi. Di samping biayanya sangat terjangkau, sekalian aku dan anak pertamaku juga diterapi disana, sekedar untuk menjaga kesehatan.
Berhubung pengobatan alternatif buka praktek jam 1/2 6 pagi, jadi jam 4 pagi kami harus sudah siap-siap berangkat, sholat subuhnya berjamaah di masjid yang berada tidak jauh dari tempat praktek itu. Pagi itu, sekian menit lagi akan sampai ke mesjid, aku dikejutkan dengan melintasnya Bajaj di perempatan lampu merah di kawasan Tebet Dalam ! biasalah perempatan lampu merah yang letaknya agak jauh ke dalam dari jalan besar, orang suka main nyelonong aja. Apalagi di pagi hari, selain sepi...pada perempatan seperti itu jarang ada polisi yang bertugas disana.
Detail kejadiannya begini. Ketika berada di perempatan lampu merah, saat itu jatahku untuk jalan dan dari jauh juga aku lihat lampu memang sudah hijau. Pada waktu aku akan tancap gas untuk belok kanan, selang sekian detik...dari arah berlawan ada Bajaj melaju kencang menerabas lampu merah. Masya Allah, Asli...aku kaget sekali, puji syukur Alhamdulillah terucap di hati dan dalam sholat aku sujud syukur, Allah masih memberi kesempatan pada kami bertiga untuk hidup, ups...bukan bertiga...tapi berempat ! ada satu lagi, yaitu janin yang sudah berumur 8 bulan di dalam rahim istriku.
Lalu sesampai di tempat tujuan dan dalam situasi antri, ada salah seorang Bapak-bapak disana menginformasikan bahwa Taufik Savalas meninggal dunia. "Innalillahi wainna ilahi rojiun" ucapku spontan saat itu. Lalu penasaran juga aku pingin tau jelas gimana kejadian wafatnya pelawak kondang itu ?! Langsung saja aku bertanya "meninggalnya kenapa Pak ?" Bapak itu bilang "tabrakan" ! Wah kaget juga aku...karena baruuu saja aku sekeluarga hampir kena musibah yang sama. Dalam beberapa jam ke depan terlintas terus di pikiranku mengenai kejadian di perempatan itu tadi. Tapi aku tidak sanggup untuk terus membayangkannya bila saat itu sampai terjadi tabrakan beneran ! apalagi saat itu istriku dalam keadaan hamil tua.
Seiring dengan meninggalnya Taufik Savalas, di penjuru negeri dan belahan negara sana, banyak juga manusia yang menjumpai ajalnya dan begitu seterusnya sampai hari akhir nanti. Dalam surah Ali-Imran ayat 185, Allah berfirman "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati". Begitulah ketentuan yang berlaku tertulis di dalam Al-qur'an.
Bila ajal sudah tiba ! berarti jatah waktu kita hidup di dunia sudah habis. Tidak ada satu mahluk pun yang bisa menghindar lari dari jemputan malaikat Izroil yang memang secara khusus sudah diperintahkan oleh Allah. Allah berkata dalam QS.Al-Munaafiqun Ayat 11 "Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan."
Dalam ayat lain Allah berfirman "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS.Al-Jumu'ah : 8).
Mendengar kabar orang meninggal dunia, sungguh itu sebuah kabar yang tidak mengenakan untuk di dengar, apalagi yang meninggal dunia itu sodara dekat atau kawan dekat. Seperti Taufik Savalas itu, aku lihat berita di layar kaca, beberapa kawannya sampai ada yang meneteskan air mata. Masyarakat pun ada yang merasa kehilangan sosok pelawak yang sangat lucu itu. Saat mengenangnya mereka berkomentar "dia orangnya ramah lho dan baik, dermawan juga suka bagi-bagi duit pada orang miskin, dan suka berdakwah juga".
Saat kita melihat atau mendengar ada orang meninggal dunia, jangan hanya berexpresi sedih dan berkomentar seperti tadi di atas. Karena buat apa hanya berexpresi sedih, tapi jauh dari ingat mati ! harusnya berbarengan dengan expresi itu, kita paksakan diri untuk ingat mati, bahwasanya kita juga akan mengalami hal yang serupa, yaitu mati ! Jadi merenunglah sejenak, sudah sampai mana kwalitas ibadah kita hingga saat ini dan sudah sejauh mana kita mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian ?! menurut hematku, begitu lah seharusnya sikap diri ketika melihat atau mendengar ada orang yang sudah lebih dulu menghadap keharibaan-Nya.
Baginda Nabi Muhammad S A W bersabda ''Orang yang cerdas adalah orang yang pandai menghisab dirinya di dunia dan beramal untuk kehidupan setelah mati. Sedangkan orang yang bodoh adalah orang yang dirinya selalu mengikuti hawa nafsunya dan hanya suka berharap kepada Allah tanpa melakukan apa-apa.'' (HR Tirmidzi).
Mari kita memaksa diri untuk ingat mati, karena kapan saja dan dimana saja maut bisa datang ! Mati tidak selalu berawal dengan timbulnya penyakit, tapi bisa datang dengan tiba-tiba tanpa diduga. Itu semata-mata karena memang jatah waktu hidup sudah habis, jadi saat itu Allah memerintahkan malaikat Izroil untuk mencabut jawa seseorang dalam keadaan apapun. Wallahu 'alam bish showab.



MATI PERLU DIINGAT
Peringatan Mati.
Di dalam mengingati mati, manusia ingat 2 (dua) perkara:
1. Perkara sebelum mati.
2. Perkara sesudah mati.
Meskipun mati penuh dengan rahsia, tetapi hendaklah orang selalu ingat bahawa mati pasti datang. Itulah sebabnya para Anbiya’ menjadikan ingat kepada kematian itu sebagai salah satu cabang dari pelajarannya. Demikian juga ahli-ahli falsafah, sebahagian besar mengakaji masalah kematian itu panjang lebar. Setengah berkata, kehidupan ini hanya palsu saja, hakikat hidup ialah sesudah mati.
Rasulullah saw bersabda:
“Banyak-banyaklah mengingat barang yang memusnahkan segala kelazatan itu, kerana siapa yang di dalam kesempitan, kalau dia ingat mati, dia insaf bahawa dia akan disambut oleh kesempitan”.
Ahli-ahli falsafah bangsa Cina purbakala menciptakan suatu tradisi yang amat ganjil. Seorang anak yang baru dilahirkan ke dunia, dibuatkan oleh ibu bapanya dua barang yang amat perlu, iaitu buaian dan peti mati, supaya di samping kehidupan dia ingat akan kematian. Bertambah besar anak, bertambah besar peti mati dibuatkan. Setelah tua, meskipun badan sihat sampai sekarang masih kita lihat mereka buat keranda dan kuburan yang tenteram di dekal rumahnya yang indah, supaya kuburan itu jadi peringatan baginya, ke mana dia akan pergi. Mereka berkata bahawa manusia dalam hidupnya, berjalan melalui sebuah jambatan.
Sebelah ke belakang yang telah dilampaui ialah hidup, dan yang akan ditempuh ialah mati. Bertambah lama berjalan, bertambah dekat kepada mati, bertambah dekat pintu mati, bertambah jauhlah hidup.
Orang Mesir zaman purbakala lain lagi caranya. Bila mereka mengadakan suatu perhelatan (pesta) besar bersuka ria, sedang segenap tetamu gembira bersorak bersenda gurau, tuan rumah membawa suatu peti mati berisi mummi ke tengah-tengah majlis itu. Ketika itu segenap tamu lelaki dan perempuan harus diam, dan insaf bahawa di samping segala kesukaan itu berdiri ‘elmaut’.
Sebab itu hendaklah orang yang berakal sentiasa ingat akan kematian, sebagaimana dia ingat akan kehidupan. Ingat bahawa hari ini kita memikul mayat orang lain, dan besok lusa mayat kita sendiri dipikul orang. Hendaklah ingat bahawa kita tidak akan lama menghuni rumah bagus, hendaklah yakin bahawa akan datang masanya naik usungan.
Itulah yang ajaib bagi filosof bangsa Cina zaman dahulu. Iaitu mereka pakai segala warna hitam, tanda berkabung atau kelahiran. Kerana bagi mereka lahir ke dunia itu belum tentu beroleh gembira, barangkali menempuh sengsara, lantaran ‘hayat’ ini sukar jalannya. Tetapi kalau kematian, mereka memakai pakaian putih (sekarang biasanya memakai pakaian putih kasar, belacu atau serupa guni), tanda bersyukur sebab telah datang janji yang ditunggu-tunggu, akan bertemu dengan arwah nenek moyang, pindah dari alam keonaran (huru hara) ke dalam alam bahagia.
Tidaklah kita hairan, bila kita baca riwayat kematian Bilal bin Rabah. Seketika dalam nazak, beliau berkata:
“Wahal gembiranya“.
Laltu isterinya bertanya:
“Wahai suamiku, mengapa di dalam sakaratul maut, tuan berkata gembira, padahal dari tadi saya berkata:
“Aduh dukacitanya hatiku“.
Bilal menjawab:
“Tidakkah gembira hatiku, bila aku ingat bahawa aku akan meninggalkan dunia yang fana, kembali ke alam baqa, menemui Rasulullah yang kucintai”.
Dari keterangan di atas, tahulah orang bahawa ingat mati, ialah ingat akan hal sebelum dan hal sesudah mati. Sebab mati itu sendiri tidak lama!
Bilal gembira akan mati, kerana ingat akan hal yang akan ditemuinya sesudah mati.
1. Keadaan Manusia Mengingati Mati.
Pertama: Orang inilah yang sangat merugi, kerana tidak ingat kematian, tak terbayang-bayang dalam fikirannya, seakan-akan telah tetap dalam otak bahawa mati itu tak ada.
Orang ini tidak akan merasa hakikat mati sebelum menyaksikan sendiri. Orang ini baru dapat mengingat mati lantaran mengingat anak atau harta. Dia payah memikirkan bagaimanakah hartaku kelak, siapakah yang akan menjadi suami isteriku kalau aku wafat. Bagaimanakah jadinya anakku kalau aku telah menutup mata.
Kalau mayat dipikul orang di hadapan rumahnya, dibacanya “Inna Lillahi wa Innailaihi Raji’un” krana sudah teradat demikian. Masusia begini bukan mengingati kematian untuk dirinya, tetapi memikirkan orang lain. Ada juga dia mengaku ingat akan mati, cuma dengan mulutnya, tidak sejak dari hatinya. Dibawanya lengah saja perasaan takut mati yang ada dalam batinnya.
Kedua: Orang yang sentiasa takut saja mengingat mati, takut akan mati, takut kalau-kalau mati datang sehingga gementar tubuhnya dan berkunang-kunang penglihatannya. Dia ingat perkara ini kalau dia telah duduk termenung-menung seorang diri, sehingga lama-lama fikirannya morat-marit, pekerjaannya tak menentu lagi, pencemas, penggigil, putus harap. Bagi orang begini nikmat Tuhan jadi kecelakaan. Sebab tiap-tiap perniagaannya beruntung atau gajinya naik anaknya bertambah, rumahnya indah dan lain-lain, semuanya menambh takutnya menghadapi mati.
Dia takut kena angin, kerana angin itu menurut keterangan doktor membawa baksil penyakit. Takut bergaul dengan orang, kerana barangkali orang itu ada menyimpan bibit t.b.c. (penyakit berjangkit) kelak dibawa angin bertambah kembang biak, dan pindah pula ke dadanya sendiri. Kadang-kadang ada orang takut makan, kalau makanan itu tidak diperiksa doktor terlebih dahulu, barangkali beracun. Sultan Abdul Hamid menggaji seorang tukang cicip (kinyam) makanan yang akan baginda makan, haruslah dimakan oleh tukang cicip itu lebih dahulu. Akhirnya tukang cicip makanan itu kaya raya lantaran gajinya. Ia tidak mati kena racun, melainkan kemudian Sultan Abdul Hamid, mati di tanah buangan.
Penyakit demikian kalau dibiarkan, tidak ditangkis dengan kekuatan jiwa atau kekuatan iman kepada Tuhan, akan membahayakan diri, yang perlu kepada rawatan Doktor mengeluarkan wang beribu-ribu. Kalau doktor itu tidak ingat akan sumpah dan kemanusiaan, orang yang seperti ini boleh dijadikan permainan, penambah kekayaan pula bagi si doktor.
Ketiga: Orang yang ingat kematian dengan akal budi dan hikmat. Tak ubahnya dengan orang yang naik haji ke Makkah. Selama di dalam perjalanannya tidak lupa dia bahawa dia akan naik haji. Di dalam perjalanan selalu dihafalya manasik. Dicukupkannya wang, dilengkapkannya bekal, jangan sampai hajinya tidak sah.
Yang demikian adalah lantaran dia yakin bahawa ingat mati menghapuskan angan-angan yang tak menentu, menghabiskan was-was dan mengenang barang yang akan menghabiskan umur. Dari inat akan kematian, manusia menjadi sabar menerima bahagian yang sedikit, tidak tamak akan harta benda, lebih dari mesti, dan tidak menolak berapapun diberi, tidak tercengang dan gamang jika harta itu habis. Ingat mati menyegerakan taubat, khianat, haloba dan tamak. Ingat mati menghindarkan ujub. Ingat mati menghindarkan takbur. Tiap-tiap sehari melangkah dalam hidup,ingatlah mati sekali, supaya bekal ke sana bertambah banyak disediakan. Jangan sampai kejadian, sedang terlengah-lengah menghadapi yang lain, malaikat maut datang tiba-tiba. Sebab mati itu mungkin datang secara mendadak.
Hendaklah laksana juru tulis pejabat yang berkerja secara rapi. Bersedia memperlihatkan buku, apabila tukang periksa datang.
2. Ikhwal Manusia Seketika Mati.
Keadaan manusia seketika mati, tiga macam:
Pertama: Memikirkan bahawa kematian itu laksana suatu yang membawa bahagia, melepaskan dari, perhambaan, sebab hidup itulah yang memperhambanya. Sesungguhnya kehidupan manussia ini, walaupun sampai beribu tahun, masih sekejap mata saja dari cahaya kilat, setelah itu hilang kembali dan kemudian gelap. Orang ini tidak merasa berat meninggalkan dunia, hanyalah sekadar beberapa kekurangan yang belum terbayarkan olehnya kepada Tuhannya. Dia merasa menyesal lantaran khidmat kepada Tuhan dirasanya belum puas. Orang ini masih tamak juga hendak mendekatkan diri kepada Tuhan sedikit lagi, masih haloba kepada kesucian.
Orang bertanya kepada seorang Waliullah yang hampir mati, mengapa dia kelihatan bersedih hati. Dia menjawab:
“Saya agak sangsi, kerana saya baru akan menempuh suatu perjalanan yang belum pernah saya lihat, sampai sekarang dada saya berdebar, perkataan apakah kelak yang akan saya ucapkan di hadapanNya”.
Orang ini bukan takut mati, tetapi merasa belum cukup ibadatnya, merasa malu akan bertemu dengan Tuhan lantaran ingat akan kebesaran Tuhan. Dia ingin beribadat sedikit lagi, tetapi waktunya sudah habis dan ajal sudah datang.
Seorang Waliullah yang lain berdoa demikian:
“Ilahi! Jika hamba memohon hidup di alam kematian, tandanya hamba benci hendak bertemu dengan Engkau. Sebab RasulMu sendiri pernah berkata: “Siapa yang ingin hendak bertemu dengan Allah, maka Allah pun ingin hendak bertemu dengan dia. Siapa yang enggan bertemu dengan Tuhannya, Tuhan pun enggan hendak menemuinya”.
Buat orang ini Tuhan menyediakan sambutan yang baik. Buat mereka mati dialih namanya jadi “Liqa”, ertinya “Pertemuan”.
Kedua: Orang-orang yang sempit pandangan, yang perjalanan hidupnya penuh dengan maksiat, yang telah karam dalam godaan dunia, hingga tak dapat dibongkar lagi, sehingga kalau dia meninggal, hatinya masih tetap tersangkut. Orang ini merasa bahawa hidup di dunia itulah yang paling beruntung, dan tak memikirkan kehidupan akhirat. Memang orang yang begini lantaran telah kotor dalam kehidupan dunia, tersisih juga darjatnya dalam kehidupan akhirat. Dia telah lebih dahulu buta di dunia, sebab itu dia buta pula di akhirat.
Orang yang pertama tadi adalah seorang hamba yang patuh, yang bilamana dipanggil Tuhannya, dia bersegera datang dengan muka manis, dia datang dengan sukacita dan senyum simpul. Dia datang mengadap Tuhan dengan Qalbin Salin: Hti Baik.
Orang yang kedua, ialah hamba yang keras kepala, pulang kepada Tuhan dengan dada berdebar, sebab kesalahan amat banyak. Barangkali ia mencuba lari, tetapi tak dapat lagi, sebab temphnya sudah cukup. Sebab itu, kedatangannyakepada Tuhan terpaksa diikat, sebagai orang yang bersalah, tak dapat mengangkat muka, kelu lidahnya, tak dapat menjawab segala pertanyaan.
Alangkah jauh bedanya di antara kedua manusia ini.
Himah Rasulullah saw bertemu di dalam perkara menghantarkan mayat ke kubur, sabda baginda:
“Lekas-lekas hantarkan mayat ke kuburnya. Sebab kalau dia orang soleh, supaya lekas dia bertemu dengan pahalanya, dan kalau dia orang jahat, supaya jangan lama dia memberati dunia ini!”.
Ketiga: Orang yang berada di tengah-tengah di antara kedua darjat tadi. Iaitu yang tahu tipu daya dunia, tak terikat oleh alam, tetapi dia suka juga kepada alam itu, sebab tak dapat menahan hatinya. Orang ini, laksana orang yang kepayahan berjalan tengah malam dan mencari tempat berhenti. Tiba-tiba tertumbuk kepada sebuah rumah kosong di tepi jalan, yang di kiri kanannya rimba. Akan masuk ke dalam merasa takut, akan diteruskan perjalanan takut pula. Lantaran terpaksa oleh keadaan dia masuk juga ke rumah kosong itu. Kalau orang ini sabar menunggu hari siang, tentu kelak dia akan menempuh jalannya juga dan rasa takutnya pun hilang. Tetapi kalau takutnya diperturutkannya, itulah yang akan membinasakannya.

Kita tidak hairan bahawa manusia amat berat akan meninggalkan suatu barang yang biasa dipakainya. Berapa banyaknya orang yang enggan meninggalkan rumah lama, pindah ke rumah baru, padahal rumah baru itu lebih besar. Anak-anak menangis meninggalkan perut ibunya, padahal dia pindah dari lapangan sempit kepada alam luas, nanti kalau telah biasa dengan udara alam, dia pun tak menangis lagi, bahkan menangis pula kelak bila akan meninggalkan alam itu.
Moga-moga kita semuanya menjadi umat yang bererti, yang redha pada Allah, dan Allah redha pada kita, sehingga hidup kita selamat di dunia dan di akhirat. Amin!